Senin, 15 April 2013

perbedaan pembuluh darah (arteri dan vena)


PERBEDAAN PEMBULUH DARAH ( ARTERI DAN VENA )


Pembuluh darah terdiri atas arteri dan vena. Arteri berhubungan langsung dengan vena pada bagian kapiler dan venula yang dihubungkan oleh bagian endotheliumnya.
Arteri dan vena terletak bersebelahan. Dinding arteri lebih tebal dari pada dinding vena. Dinding arteri dan vena mempunyai tiga lapisan yaitu lapisan bagian dalam yang terdiri dari endothelium, lapisan tengah yang terdiri atas otot polos dengan serat elastis dan lapisan paling luar yang terdiri atas jaringan ikat ditambah dengan serat elastis. Cabang terkecil dari arteri dan vena disebut kapiler. Pembuluh kapiler memiliki diameter yang sangat kecil dan hanya memiliki satu lapisan tunggal endothelium dan sebuah membran basal.
Perbedaan struktur masing-masing pembuluh darah berhubungan dengan perbedaan fungsional masing-masing pembuluh darah tersebut.

A. Pembuluh darah arteri
1.Tempat mengalir darah yang dipompa dari bilik
2.Merupakan pembuluh yang liat dan elastis
3.Tekanan pembuluh lebih kuat dari pada pembuluh balik
4.Memiliki sebuah katup (valvula semilunaris) yang berada tepat di luar jantung
5.Terdiri atas :
1 Aorta ( paling besar ) yaitu pembuluh dari bilik kiri menuju ke seluruh tubuh
2 Arteriol yaitu percabangan arteri
3 Kapiler :
a. Diameter lebih kecil dibandingkan arteri dan vena
b. Dindingnya terdiri atas sebuah lapisan tunggal endothelium dan sebuah membran basal
6.Dindingnya terdiri atas 3 lapis yaitu :
1 Lapisan bagian dalam yang terdiri atas Endothelium
2 Lapisan tengah terdiri atas otot polos dengan Serat elastis
3 Lapisan terluar yang terdiri atas jaringan ikat Serat elastis
7.Letaknya agak tersembunya dari lapisan kulit
8.Denyut terasa
9.Membawa darah bersih yang banyak mengandung kecuali pada arteri pulmonalis
10.Arah aliran keluar dari jantung
11.Warna darah lebih merah terang dibandingkan vena

B. Pembuluh Balik (Vena)
1. Terletak di dekat permukaan kulit sehingga mudah di kenali
2. Dinding pembuluh lebih tipis dan tidak elastis.
3. Tekanan pembuluh lebih lemah di bandingkan pembuluh nadi
4. Terdapat katup yang berbentuk seperti bulan sabit (valvula semi lunaris) dan menjaga agar darah tak berbalik arah.
5. Terdiri dari :
5.1. Vena cava superior yang bertugas membawa darah dari bagian atas tubuh menuju
serambi kanan jantung.
5.2. Vena cava inferior yang bertugas membawa darah dari bagian bawah tubuh ke
serambi kanan jantung.
5.3. Vena cava pulmonalis yang bertugas membawa darah dari paru-paru ke serambi kiri jantung.
6. Letak dekat dengan permukaan kulit
7. Denyut tidak terasa
8. Membawa darah kotor yang mengandung banyak
9. Arah aliran menuju jantung
10. lebih mudah membeku

Jumat, 29 Maret 2013

Leflet maag

LEFLET MAAG
 
 
 
 
 
DISUSUN OLEH :
M SUHUD ARDONI







AKPER PPNI SURAKARTA
2011/2012
 
 
 
 
 
PENGERTIAN
Maag atau radang lambung atau tukak lambung adalah gejala penyakit yang menyerang lambung dikarenakan terjadi luka atau peradangan pada lambung yang menyebabkan sakit, mulas, dan perih pada perut.
Ada beberapa tahap dalam penyakit maag, yaitu:
  • Maag ringan
    • Maag ringan masih tergolong tahap ringan dimana biasanya setiap orang sudah berada di tahap ini, jika dilakukan pemeriksaan akan terlihat asam lambung berlebih di bagian dinding.
  • Maag sedang
    • Maag pada tahap ini sudah menyebabkan nyeri, sakit dan mual yang menyakitkan.
  • Maag kronis
    • Maag kronis adalah maag yang sudah parah intensitasnya di bandingkan maag biasa.
  • Kanker lambung
Penyebab
Penyebabnya bisa karena penderita makannya tidak teratur, terdapat mikroorganisme yang merugikan, mengonsumsi obat-obatan tertentu,atau sebab-sebab lainnya seperti mengonsumsi alkohol, pola tidur yang tidak teratur dan stress. Maag juga bisa terjadi apabila si penderita telat makan, kemudian sewaktu makan si penderita maag makan dengan porsi yang terlalu banyak. Bagi penderita maag yang sudah parah, penyakit maag tersebut sangat berbahaya sekali dan dapat menyebabkan kematian.
Gejala




Pengobatan
Maag bisa disembuhkan tetapi tidak bisa sembuh total, maag adalah penyakit yang dapat kambuh apabila si penderita tidak makan teratur, terlalu banyak makan, atau sebab lain. Biasanya untuk meredakan atau menyembuhkannya penderita harus meminum obat jika diperlukan. Tetapi maag dapat di cegah, yaitu dengan cara makan teratur, makan secukupnya, cuci tangan sebelum makan dan jangan jajan sembarangan.
Selain itu penyakit dipercaya memiliki beberapa jenis minuman dan makanan yang kurang baik untuk dikonsumsi, yaitu tidak boleh minum kopi (karena dapat meningkatkan asam lambung), makan makanan yang sangat asam atau pedas (makanan yang merangsang perut).

Pantangan Makanan Penderita Maag

  • Hindari makanan yang banyak mengandung gas : seperti lemak, sawi, kol, nangka, pisang ambon, kedondong, buah yg dikeringkan dan minuman bersoda
  • Hindari makanan yg merangsang keluarnya asam lambung seperti kopi, minuman beralkohol 5-20%, anggur putih dan sari buah sitrus
  • Hindari makanan yg sulit dicerna : yg membuat lambung lambat kosong misal makanan berlemak, kue tart, keju
  • Hindari makanan yg merusak dinding lambung seperti cuka, pedas, merica dan bumbu yg merangsang
  • Hindari makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah seperti alkohol, coklat, makanan tinggi lemak dan gorengan.Hindari beberapa sumber karbohidrat seperti beras ketan, mie, bihun, bulgur, jagung, singkong, tales, serta dodol
CONTOH MENU MAKANAN SEHARI
Makan Pagi (pukul 07.00)
2 lembar roti gandum + selai buah
1 buah apel


Makan Siang ( 12.00 )
6 sendok makan nasi
1-2 potong sup ayam
2 potong pepes tahu
1 gelas satu sup sayur
1potong pepaya
1 buah pisang

Makan malam ( 19.00 )
6 sendok makan nasi
1 potong ikan tim
tumis tempe dengan sayur
1 potong semangka

Tips  Pola Hidup Penderita Maag

1. Tidur cukup.
2. Olah raga rutin supaya metabolisme badan lebih baik.

3. Manage prioritas hidup lebih baik supaya tidak terlalu stress. Kerja, istirahat, have fun, pelayanan, dan lainnya  harus berimbang.

Kalau dengar bawang putih, mungkin yang terbayang adalah bau mulut yang mengganggu. Padahal bawang putih adalah salah satu dari tanaman obat yang banyak manfaatnya, sehingga dijuluki “umbi seribu khasiat”. Sesungguhnya zat apa yang terkandung didalamnya? Benarkah makin tajam aromanya berarti makin tinggi khasiatnya?
Tanaman dengan nama latin “Allium sativum” ini termasuk bumbu dapur yang sangat popular di Asia. Ia memberikan rasa harum yang khas pada masakan, sekaligus menurunkan kadar kolesterol yang terkandung dalam bahan makanan yang mengandung lemak. Maka jangan heran jika pada masakan Cina, Korea dan Jepang banyak menggunakan bawang sebagai bumbu utamanya.
Bawang putih telah digunakan sebagai obat selama ribuan tahun. Bahkan 3000 tahun SM, para pujangga Cina telah menguji dan menulis manfaat bawang putih! Cendekiawan Yunani kuno Aristoteles juga telah menguji bawang putih pada tahun 335 SM untuk digunakan sebagai pengobatan.Tulisan Mesir kuno mencatat bahwa bawang putih diberikan pada para pekerja yang membangun piramida untuk menjaga mereka agar tetap kuat dan sehat. Orang Rusia menjadikan bawang putih sebagai “ganti antibiotic” dan dikenal sebagai “Penisilin Rusia” karena dipercaya mengandung 1/10 kebaikan penisilin.
Manfaat bawang putih bagi kesehatan sudah sangat popular di tengah masyarakat sejak zaman dulu. Selain sebagai pendongkrak stamina seks, kini dapat dipastikan bawang putih juga mampu menangkal flu, membasmi cacing perut, mengobati rematik, dan meredakan insomnia. Juga mampu memerangi penyakit-penyakit degeneratif seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, diabetes, ketidakseimbangan kolesterol dan kanker. Dari sekian banyak manfaat bawang putih, para ahli telah menemukan manfaat baru bawang putih yaitu dapat mencegah berat badan dan bahkan menurunkan berat badan. Suatu tes laboratorium menunjukkan bahwa tikus-tikus yang diberikan gula diet akan mengalami penurunan berat jika mereka diberi juga komponen bawang putih.
Kandungan Kimia dan Kegunaannya
Senyawa yang ada pada bawang putih adalah aliin. Ketika bawang putih dimemarkan/dihaluskan, zat aliin yang sebenarnya tidak berbau akan terurai. Dengan dorongan enzim alinase, aliin terpecah menjadi alisin, amonia, dan asam piruvat. Bau tajam alisin disebabkan karena kandungan zat belerang. Aroma khas ini bertambah menyengat ketika zat belerang (sulfur) dalam alisin diterbangkan ammonia ke udara, sebab ammonia mudah menguap. Senyawa alisin berkhasiat menghancurkan pembentukan pembekuan darah dalam arteri, mengurangi gejala diabetes dan mengurangi tekanan darah.
Selain alisin, bawang putih juga memiliki senyawa lain yang berkhasiat obat, yaitu alil. Senyawa alil paling banyak terdapat dalam bentuk dialil-trisulfida yang berkhasiat memerangi penyakit-penyakit degeneratif dan mengaktifkan pertumbuhan sel-sel baru.
Memilih Bawang Putih
Bawang putih yang dipakai di dapur hanyalah salah satu dari banyak varietas bawang putih. Ada yang warna kulitnya keungu-unguan, dan ada yang bersemu merah muda. Yang popular adalah yang berwarna putih, yaitu yang kita pakai sehari-hari di dapur.
Bagaimana memilih bawang yang baik? Varietas apapun yang anda beli, pilihlah yang umbinya mulus dan kulitnya kering. Umbi yang siungnya kecil, aromanya lebih kuat. Dalam keadaan kering, bawang putih tahan disimpan berbulan-bulan, asal ditaruh ditempat yang kering dan sejuk. Jangan disimpan dilemari es, karena akan tumbuh daun. Jika udara terlalu panas, bawang putih akan cepat mengkerut dan berbubuk abu-abu.
Produk Herbal
Saat ini telah hadir produk bawang putih dalam bentuk kapsul. Produk ini hadir sebagai pilihan produk herbal bawang putih bermutu tinggi dengan harga yang terjangkau.
Herbal ini terbuat dari 100% bawang putih murni (Allium sativum) pilihan yang dikeringkan dengan mesin oven pengering untuk menjamin keseragaman tingkat kadar air 5% dan menjaga higienitas bahan baku. Tingkat kadar air 5% merupakan batas mikroba tidak dapat hidup dan berkembang biak. Pengeringan dilakukan dengan suhu rendah untuk menjaga kandungan zat aktif  bawang putih dan mempertahankan kandungan minyak atsiri yang ditandai dengan tetap terciumnya aroma khas bawang putih dan warna bahan baku yang putih bersih.
Contoh Pemakaian
Penyakit Diabetes
Sebagai obat diabetes, bawang putih bias dikonsumsi setiap harisesudah makan. Pagi, siang dan malam masing-masing dua atau tiga suing sekali makan.
Dari pengalaman, mereka yang bobot badannya di bawah 60 kg dianjurkan menggunakan dosis dua suing bawang atau setara dengan tujuh gram sekali makan. Sedang bagi mereka yang berbobot lebih dari 60 kg dengan dosis tiga suing bawang atau setara dengan sepuluh gram.
Cara penggunaannya bias dibuat sambal kecap dengan diiris-iris bersama bawang merah dan cabe untuk teman makan nasi. Bisa juga dimemarkan kemudian diseduh dengan air panas sebanyak setengah gelas dan selanjutnya diblender atau dijus.
Cara lain lagi adalah bawang diparut, kemudian diseduh air panas lalu diminum setelah hangat berikut ampas-ampasnya.
Bagi penderita diabetes, sebaiknya periksa laboratorium dulu sebelum menggunakan resep ini. Setelah menggunakan resep ini selama seminggu sebaiknya cek lagi di laboratorium. Apabila terjadi penurunan kadar gula darah cukup banyak, dosis sebaiknya diturunkan. Apabila kadar gula dalam darah mendekati normal, kurangi lagi konsumsi bawang putihnya.
Nah, ternyata bawang putih banyak khasiatnya bukan? Oleh karena itu untuk menjaga kondisi, silahkan anda membiasakan mengkonsumsi bawang putih,minimal dua suing sehari.

melawan diabetes dengan buah pare

melawan Wabah Diabetes Dunia dengan Buah Pare
 DUA dasawarsa ini wabah kencing manis dunia, tercepat dan terbesar terjadi di Asia Pasifik (Dr Clive Cockram, Ketua Asia Pasifik Tipe 2 Diabetes Mellitus Policy Group). Kenyataan ini memberi dampak besar terhadap konsekuensi sosial ekonomi regional.

Selama ini kencing manis bukan turunan (diabetes mellitus, DM, Tipe 2). Wabah kencing manis pada lebih 90 persen kasus kencing manis dunia terjadi pada kelompok usia baya dan tua. Namun, sekarang DM juga banyak menimpa anak, remaja, dan warga kurang mampu. Penyebabnya lantaran kurang gerak, dan menu kebarat-baratan. AS, Rusia, Jepang, Pakistan, dan Indonesia, termasuk negara yang tengah memikul ancaman itu.

Kencing manis tergolong penyakit menahun. Tubuh perlu disokong agar insulin yang membantu memasukkan gula ke dalam sel, jumlah dan fungsinya mencukupi. Untuk itu diperlukan obat atau insulin tambahan. Selama insulin tubuh hanya bisa memadai dengan bantuan obat atau tambahan suntikan insulin, tubuh pasien DM bergantung obat sepanjang hidup. Padahal obat sendiri membawa dampak ekonomi, selain efek sampingnya.

Khasiat buah pare (momordica charantia) sebagai obat di Cina sudah dicatat Li sejak tahun 1578. Awalnya sebagai tonikum, obat cacing, obat batuk, antimalaria, seriawan, penyembuh luka, dan penambah nafsu makan. Ratusan riset di banyak negara yang berkembang kemudian menyingkap buah pahit ini berefek menurunkan kadar gula darah (hypopglycemic effect) pada kelinci sehat maupun yang sudah dibuat berpenyakit gula.

Riset serupa di Jerman, Inggris, India, Jepang, Thailand, dan Malaysia mempertegas zat berkhasiat pare sebagai antidiabetes. Buah pare yang belum masak mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol (antioxidant kuat), serta glikosida cucurbitacin, momordicin, dan charantin.

UNTUK menemukan kandungan zat berkhasiat lain dalam buah pare, analisis phytopharmaca buah pare sudah banyak dikerjakan. Sejak lama pare digunakan juga sebagai anti-kanker, anti-infeksi, dan dalam tahun-tahun belakangan terungkap pula kalau pare berkhasiat sebagai anti-AIDS (Riset Zhang 1992; Eric von Wettberg, 1998; TB Ng 1995; dan Sylvia Lee-Huang 1995). Efek buah pare sebagai anti-virus HIV terletak pada kandungan protein momorcharin alfa dan beta, atau pada protein MAP30 (Momordica Antiviral Protein 30).

Efek pare dalam menurunkan gula darah pada hewan percobaan bekerja dengan mencegah usus menyerap gula yang dimakan. Selain itu diduga pare memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat antidiabetes paling tua dan banyak dipakai). Obat jenis ini menstimulasi sel beta kelenjar pancreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak, selain meningkatkan deposit cadangan gula glycogen di hati. Efek pare dalam menurunkan gula darah pada kelinci diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin.

Dari begitu banyak riset pare sebagai penurun gula darah, ada benang merah bahwa dalam menurunkan gula darah, pare memiliki lebih dari satu mekanisme. Lebih dari itu, penelitian pare di Jerman berhasil menemukan dosis efektif penurun gula darah pare pada kelinci sehat sebesar 0,5 gram/ kg berat badan, dan 1-1,5 gram/kg berat badan untuk kelinci yang sengaja dibikin kencing manis.

Apakah dosis terapi pare pada manusia setara dengan dosis terapi pada kelinci, hingga kini belum seluruhnya jelas. Namun, pemakaian dosis pare yang berlebihan perlu dipertimbangkan, apalagi jika penggunaannya digabung dengan obat antidiabetes dari dokter. Penggunaan saripati pare pada ibu hamil, anak-anak, dan orang-orang yang kadar gula darahnya cenderung rendah, tidak dianjurkan, sebab bisa membahayakan.

MELIHAT potensi buah pare sebagai anti-diabetes, bagi pasien diabetes pare membuka cakrawala baru. Selain pada kencing manis turunan, pare terutama bermanfaat bagi pasien diabetes Tipe 2, jenis kencing manis bukan turunan yang terbanyak mengisi populasi diabetes dunia. Termasuk bagi warga tak mampu di Indonesia.

Dunia menaruh harapan pada buah pare sebagai anti-diabetes oleh karena obat kimiawi tidak lebih aman dan lebih murah dibandingkan obat alami seperti buah pare. Di Amerika dan Eropa, kencing manis menyedot 10 persen ongkos kesehatan nasional.

Sementara itu, dalam pilihan terapi apa pun, kini dunia semakin condong beralih seberapa bisa mencari khasiat obat yang berasal dari alam (phytopharmaca). Pertimbangannya, efek samping obat dari alam umumnya tidak seburuk obat sintetis. Namun, persoalannya tetap saja bahwa penelitian bahan alam untuk dijadikan obat pun sama petik dan makan ongkos seperti temuan untuk sebuah obat sintetis. (HANDRAWAN NADESUL, Pengasuh rubrik kesehatan disejumlah media, penulis kolom dan buku)

Selasa, 12 Maret 2013

obat hipertensi

aptopril adalah obat ACE inhibitor / penghambat ACE yang pertama ditemukan. Sejak itu telah dikembangkan banyak obat ACE inhibitor lain, dan obat ACE inhibitor yang telah resmi beredar di Indonesia adalah benazepril, cilazapril, dellapril, enalapril, fosinopril, imidapril, kuinapril, lisinopril, perindopril, ramipril dan trandolapril.
Secara umum obat ACE inhibitor dapat dibedakan atas :
  1. Obat ACE inhibitor yang bekerja langsung yaitu ; kaptopril dan lisinopril
  2. Obat ACE inhibitor yang bekerja tidak langsung (merupakan prodrug) yaitu semua yang lain.

Gambar. Cara Kerja ACE Inhibitor
Obat ACE inhibitor efektif untuk hipertensi yang ringan, sedang maupun berat.
Sebagai monoterapi, obat ACE inhibitor sama efektivitasnya dengan golongan antihipertensi lainnya. Obat ACE inhibitor efektif sebagai antihipertensi pada sekitar 70% penderita.
Penurunan tekanan darah sekitar 10/5 sampai 15/12 mm HG. Besarnya penurunan tekanan darah ini sebanding dengan tingginya tekanan darah sebelum pengobatan.
Obat ACE inhibitor terutama efektif pada hipertensi dengan PRA (aktivitas renin plasma) yang tinggi, yaitu pada kebanyakan hipertensi maligna dan hipertensi renovaskuler, dan pada kira-kira 1/5 populasi hipertensi esensial, tetapi obat ini juga efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin plasma (PRA) yang normal dan yang rendah, karena itu penentuan aktivitas renin plasma (PRA) tidak berguna untuk individualisasi terapi.
hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak diobati, akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan.
Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi.
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
Obat ini efektif diberikan kepada:
  • orang kulit putih
  • usia muda
  • penderita gagal jantung
  • penderita dengan protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik
  • pria yang menderita impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain.
Pada hipertensi berat, obat ACE inhibitor dapat ditambahkan sebagai obat ke tiga pada kombinasi obat diuretik dan beta bloker.
Kombinasi dengan obat diuretik memberikan efek antihipertensi yang sinergistik (kira-kira 85% penderita tekanan darahnya terkendali dengan kombinasi ini), sedangkan efek hipokalemiadiuretik dicegah atau dikurangi.
Kombinasi dengan obat beta bloker memberikan efek yang aditif/memperkuat.
Kombinasi dengan vasodilator , termasuk prazosin dan nifedipin, memberikan efek yang baik tetapi pemberian bersama penghambat adrenergik lainnya yang menghambat respon adrenergik alfa dan beta (misalnya metildopa, klonidin, latalol, prazosin + beta bloker), sebaiknya dihindarkan karena dapat menimbulkan hipotensi yang berat dan berkepanjangan.
Obat ACE inhibitor lebih efektif pada penderita yang lebih muda bila digunakan sendiri. Obat ACEinhibitor ini terpilih untuk penderita hipertensi dengan gagal jantng kongestif yang juga merupakan indikasi obat ACE inhibitor.
Obat ACE inhibitor oral dapat digunakan untuk hipertensi mendesak, sedangkan Obat ACE inhibitor untuk intravena/injeksi (enalaprilat) digunakan pada hipertensi darurat.
Untuk pemilihan obat ACE inhibitor yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter spesialis jantung.

Hipertensi

Penyakit darah tinggi atau Hipertensi (Hypertension) adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.

Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHG. Dalam aktivitas sehari-hari, tekanan darah normalnya adalah dengan nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat diwaktu beraktifitas atau berolahraga.

Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan pengobatan dan pengontrolan secara teratur (rutin), maka hal ini dapat membawa si penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan bisa menyebabkan kematian. Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung seseorang bekerja extra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Penyakit hypertensi ini merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung (Heart attack).

Penyakit darah tinggi atau Hipertensi dikenal dengan 2 type klasifikasi, diantaranya Hipertensi Primary dan Hipertensi Secondary :
  • Hipertensi Primary
  • Hipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.


  • Hipertensi Secondary
  • Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di atas normal atau gemuk (gendut).

    Pregnancy-induced hypertension (PIH), ini adalah sebutan dalam istilah kesehatan (medis) bagi wanita hamil yang menderita hipertensi. Kondisi Hipertensi pada ibu hamil bisa sedang ataupun tergolang parah/berbahaya, Seorang ibu hamil dengan tekanan darah tinggi bisa mengalami Preeclampsia dimasa kehamilannya itu.

    Preeclampsia adalah kondisi seorang wanita hamil yang mengalami hipertensi, sehingga merasakan keluhan seperti pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut, muka yang membengkak, kurang nafsu makan, mual bahkan muntah. Apabila terjadi kekejangan sebagai dampak hipertensi maka disebut Eclamsia.


    1. Penyebab Hipertensi
    Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi. Stop menjadi alcoholic!

    2. Penanganan dan Pengobatan Hipertensi
      a. Diet Penyakit Darah Tinggi (Hipertensi)
    • Kandungan garam (Sodium/Natrium)
    • Seseorang yang mengidap penyakit darah tinggi sebaiknya mengontrol diri dalam mengkonsumsi asin-asinan garam, ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk pengontrolan diet sodium/natrium ini ;
      - Jangan meletakkan garam diatas meja makan
      - Pilih jumlah kandungan sodium rendah saat membeli makan
      - Batasi konsumsi daging dan keju
      - Hindari cemilan yang asin-asin
      - Kurangi pemakaian saos yang umumnya memiliki kandungan sodium

    • Kandungan Potasium/Kalium
    • Suplements potasium 2-4 gram perhari dapat membantu penurunan tekanan darah, Potasium umumnya bayak didapati pada beberapa buah-buahan dan sayuran. Buah dan sayuran yang mengandung potasium dan baik untuk di konsumsi penderita tekanan darah tinggi antara lain semangka, alpukat, melon, buah pare, labu siam, bligo, labu parang/labu, mentimun, lidah buaya, seledri, bawang dan bawang putih. Selain itu, makanan yang mengandung unsur omega-3 sagat dikenal efektif dalam membantu penurunan tekanan darah (hipertensi).

      Pengobatan hipertensi biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat;
      - Diuretic {Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)}. Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via urine. Tetapi karena potasium berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka pengontrolan konsumsi potasium harus dilakukan.

      - Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}. Merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah.

      - Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine), Angiotensinconverting enzyme (ACE)}. Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah tinggi atau Hipertensi melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga memperlebar pembuluh darah

    Senin, 11 Maret 2013

    anti diare

    Anti diare

    Diare adalah peningkatan volume, keenceran atau frekuensi buang air besar.
    Diare yang disebabkan oleh masalah kesehatan biasanya jumlahnya sangat banyak, bisa mencapai lebih dari 500 gram/hari.
    Orang yang banyak makan serat sayuran, dalam keadaan normal bisa menghasilkan lebih dari 500 gram, tetapi konsistensinya normal dan tidak cair.
    Dalam keadaan normal, tinja mengandung 60-90% air, pada diare airnya bisa mencapai lebih dari 90%.
    Pengobatan
    Diare merupakan suatu gejala, pengobatannya tergantung pada penyebabnya.
    Kebanyakan penderita diare hanya perlu menghilangkan penyebabnya, misalnya permen karet diet atau obat-obatan tertentu, untuk menghentikan diare.
    Kadang-kadang diare menahun akan sembuh jika orang berhenti minum kopi atau minuman cola yang mengandung cafein.
    Untuk membantu meringankan diare, diberikan obat seperti difenoksilat, codein, paregorik (opium tinctur) atau loperamide.
    Kadang-kadang, bulking agents yang digunakan pada konstipasi menahun (psillium atau metilselulosa) bisa membantu meringankan diare.
    Untuk membantu mengeraskan tinja bisa diberikan kaolin, pektin dan attapulgit aktif.
    Bila diarenya berat sampai menyebabkan dehidrasi, maka penderita perlu dirawat di rumah sakit dan diberikan cairan pengganti dan garam melalui infus.
    Selama tidak muntah dan tidak mual, bisa diberikan larutan yang mengandung air, gula dan garam.
    Untuk pemilihan golongan obat diare ini yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter.
    Uraian obat Diare
    1. Racecordil Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993 memenuhi semua syarat ideal tersebut. Berdasarkan uji klinis didapatkan bahwa anti diare ini memberikan hasil klinis yang baik dan dapat ditoleransi oleh tubuh. Produk ini juga merupakan anti diare pertama yang cara kerjanya mengembalikan keseimbangan sistem tubuh dalam mengatur penyebaran air dan elektrolit ke usus. Selain itu, Hidrasec pun mampu menghambat enkephalinase dengan baik. Dengan demikian, efek samping yang ditimbulkannya sangat minimal.
    2. Loperamide Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek samping yang sering dijumpai ialah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi.
    3. Nifuroxazide Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan.
      • Aktifitas antimikroba Nifuroxazide lebih besar dari obat anti infeksi intestinal biasa seperti kloroyodokuin.
      • Pada konsentrasi encer (1 : 25.000) Nifuroxazide masih memiliki daya bakterisidal.
      Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.
    4. Dioctahedral smectite Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulose-manitol urin pada anak dengan diare akut.

    Sabtu, 09 Maret 2013

    pelatihan perawat anastesi RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA


     PELATIHAN PERAWAT ANESTESI


    Dalam  rangka  peningkatan  cakupan  pelayanan  dan  peningkatan  kualitas
    pelayanan anestesi di kamar operasi diperlukan tenaga yang trampil. Pada saat
    ini jumlah dokter anestesi belum cukup dan penyebarannya juga belum merata,
    sehingga  kehadiran  perawat  yang  terlatih  dibidang  anestesi  masih  sangat
    diperlukan. Namun demikian dalam melaksanakan tugasnya perawat anestesi
    harus dibawah pengawasan dokter spesialis anestesi.
    Jumlah perawat yang terlatih di bidang anestesi saat ini masih sangat sedikit,
    baik  secara  nasional  maupun  regional  Jawa  Tengah.  Untuk  memenuhi
    kebutuhan  tersebut,  SMF/Bagian  Anestesiologi  dan  Reanimasi  RSUD  Dr.
    Moewardi  Surakarta  telah  berpengalaman  dalam  mendidik/melatih  perawat
    anestesi.
    Dari hasil pemantauan bahwa semua peserta didik tersebut telah bekerja di
    Rumah  sakit  dan  bisa  melaksanakan  tugasnya  dengan  cakap,  namun  tetap
    dalam  naungan  dokter  spesialis  anestesi  di  Rumah  sakit  dimana  mereka
    bekerja. 
    Pelatihan dilaksanakan selama 6 Bulan ( Juli-Desember 2011), 

    PENDAFTARAN
    Bagian Diklit Rumah Sakit Dr. Moewardi
    Telp. (0271) 634634, Pesawat 153 & 109
    Fax. (0271) 666.954

    Kamis, 07 Maret 2013

    KTI stroke



    BAB I
    PENDAHULUAN

    A.      Latar Belakang Masalah
    Stroke adalah penurunan system syaraf utama secara tiba – tiba yang berlangsung selama 24 jam dan diperkirakan berasal dari pembuluh darah. (Kusnandar, 2008).
    Stroke merupakan kegawatan neurologi yang serius dan menduduki peringkat yang tinggi sebagai penyebab kematian. Di Indonesia, stroke menduduki peringkat ke -3 sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahunnya 500.000 orang Indonesia terserang stroke, 400.000 orang terkena stroke iskemik dan 100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk pendarahan intra serebral dan subarakhnoid), dengan 175.000 orang diantaranya mengalami kematian. (Adams, 2004).
    Menit pertama sampai beberapa jam setelah onset stroke defisit neurologis merupakan kesempatan untuk mencegah kematian ataupun kecacatan permanen yang serius. Tujuan terapi pada jam pertama pasca serangan stroke adalah menyelamatkan dari terjadinya infark atau meminimalkan derajat kerusakan otak yang permanen. Sistem diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat penting dalam terapi stroke akut yang optimal. Alur penanganan klinis penderita harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi. (Gonzalez, 2006).

    Menurut (Kusnandar, 2008) faktor - faktor  resiko stroke adalah:
    1.         Faktor resiko tidak dapat dimodifikasi untuk stroke antara lain peningkatan usia, laki – laki, ras (Amerika – Afrika, Asia, Amerika Latin) , Turunan.
    2.         Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi antara lain hipertansi, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, hipertropi ventrikel kiri, fibrilasiatrial.
    3.         Faktor resiko lainnya antara lain serangan iskemia sementara,  DM, dislipidemia, merokok.
    Etiologi dari stroke adalah : hipertensi (50-60% kasus), angiopati amiloid pada serebri (10%), infark pendarahan (10%), penggunaan anti koagulan dan obat – obatan fibrinolik (10%), tumor otak (5%), malformasi vaskuler (5%). ( Retnosari, 2008 )
    Manifestasi klinis dari stroke adalah pasien tidak dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya karena penurunan kemampuan kognitif atau bahasanya, pasien mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh, ketidakmampuan berbicara, kehilangan melihat,vertigo atau jatuh, pasien biasanya memiliki berbagai pertanda  disfungsi system syaraf pada pemeriksaan fisik. ( Sigit, 2009 ).
    Gangguan perfusi cerebral adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko tinggi mengalami penurunan nutrisi dan pernafasan pada tingkat seluler karena penurunan suplai darah kapiler.
    ( Marjdono, 2004).
    Melihat kondisi di atas maka penulis tertarik untuk mengambil asuhan keperewatan pada salah satu pasien penderita stroke di Ruang Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi untuk di jadikan sebagai Karya Tulis Ilmiah.
    B.       Perumusan Masalah
    1.      Bagaimana proses terjadinya gangguan perfusi cerebral pada pasien stroke?
    2.      Bagaimana untuk mengetahui penanganan gangguan perfusi cerebral pada pasien stroke ?
    Menurut penulis, gangguan perfusi cerebral adalah suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan dalam oksigenasi pada tingkat seluler berhubungan dengan suplay darah kapiler.
    C.       Tujuan Karya Tulis Ilmiah
    Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Dengan Fokus Utama Gangguan Perfusi Cerebral Pada Ny. N (55 Th) di Ruang Anggrek I RSUD Dr. Moewardi” adalah sebagai berikut :
    1.      Tujuan Umum
    Memperoleh gambaran nyata tentang proses perubahan perfusi cerebral pada pasien stroke di ruangAnggrek I RSUD Dr. Moewardi.
    2.      Tujuan Khusus
    Penulis mampu melaksanankan pengkajian pada pasien stroke dengan tepat, menganalisa data sehingga dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien stroke dengan tepat, menyusun rencana keperawatan pada pasien stroke dengan tepat, melaksanakan tindakan k eperawatan pada pasien stroke dengan tepat, melakukan evaluasi keperawatan pada pasien stroke dengan tepat.
    D.      Manfaat Karya Tulis Ilmiah
    Adapun manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :
    1.      Manfaat Teoritis
    Menambah wawasan ilmu keperawatan mengenai peran perawat dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada pasien stroke.
    2.      Manfaat Praktis
    a.       Bagi Penulis
    1)      Menambah wawasan dan informasi penulis mengenai penyebab penyakit stroke dan penatalaksanaan stroke sebagai pertimbangan asuhan keperawatan pada pasien stroke.
    2)      Meningkatkan ketrampilan penulis mengenai asuhan keperawatan pada pasien stroke.
    b.      Bagi Penulis Selanjutnya
    Sebagai bahan referensi dan masukan dalam penulisan karya ilmiah stroke selanjutnya.
    c.       Bagi Profesi
    Meningkatkan profesionalisme perawat untuk berperan aktif dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita stroke secara tepat.


    BAB  II
    LAPORAN KASUS
    Dalam bab ini akan di uraikan tentang asuhan keperawatan pada Ny. N dengan stroke yang di rawat di Ruang Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi. Asuhan keperawatan ini terdiri  dari pengkajian,diagnosa keperawatan,intervensi, implementasi, dan  evaluasi. Asuhan keperawatan tersebut dilaksanakan tanggal  24 Maret 2011.
    A .  Pengkajian
    Pengkajian keperawatan pada Ny . N dilaksanakan pada tanggal 24 Maret 2011 pukul 07.00 WIB. Data diperoleh melalui observasi langsung kepada pasien,wawancara dengan pasien keluarga, pemeriksaan fisik, serta dari catatan medis pasien. Dari pengkajian tersebut didapatkan data antara lain identitas pasien, nama Ny. N, umur 55 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat Plupuh, Sragen, agama islam, pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan SMP, tanggal masuk RS 16 Maret 2011, No. RM 010565984, diagnosa medis stroke hemoragik. Identitas penanggung jawab, nama Ny. M, umur 25 tahun, alamat plupuh, pekerjaan buruh, pendidikan SMA, hubungan dengan pasien adalah anak.
    Keluhan utama yang dirasakan Ny. N adalah pasien mengatakan mengeluh kepala pusing, perut agak perih dan ekstremitas kanan kaku. Pengkajian riwayat penyakit sekarang didapatkan data  sebelum masuk RS, saat beraktifitas tiba – tiba pasien tidak sadarkan diri dan timbul kejang. Kemudian oleh keluarga dibawa ke RSUD Dr. Moewardi dan masuk IGD. Keluarga mengatakan pasien sempat tidak sadarkan diri selama 4 hari dan ekstremitas sebelah kanan lemah, dan tidak bisa digerakan. Saat ini pasien mengeluh pusing, ekstremitas kanan kaku, perut terasa perih, tidak ada mual, muntah serta kejang.
    Pengkajian riwayat penyakit dahulu didapatkan data  Ny. N mengatakan mempunyai riwayat hipertensi, tidak mempunyai riwayat DM, jantung , dan pernah jatuh di kamar mandi. Pasien tidak mengalami obesitas dan sudah mondok kedua kalinya dengan keluhan yang sama.
    Pengkajian riwayat penyaakit keluarga didapatkan data keluarga mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita seperti klien, mempunyai riwayat hipertensi ( bapak klien), tidak mempunyai riwayat DM, jantung, anemia.
    Pengkajian pola fungsional  di dapat hasil pola aktivitas dan istirahat, pasien mengatakan kesulitan dalam beraktivitas karena masih lemas, bila beraktivitas ( barpindah dan toileting) dibantu keluarga, pada ekstremitas kanan lemah, tdur  tidak nyenyak, tidak merasa nyeri otot. Tingkat kesadaran  composmentis, GCS E 4, V 5, M 6, pasien tampak lemah, tidak ada gangguan penglihatan. Pola sirkulasi, pasien mengatakan tidak mempunyai  riwayat jantung. Untuk tekanan darah 160 / 90 mmHg, capirarefil 3 detik, denyut jantung teratur 78 x / menit, wajah pasien pucat. Pola eliminasi, pasien mengatakan sering kencing frekuensi 6 - 8 x/ hari, warna kekuningan, sudah 3 hari tidak BAB, biasa BAB 1 x/ hari dengan konsistensi  lembek. Pola makan/ minum, pasien mengatakan nafsu makan bertambah, merasa ingin makan terus, menu makanan diet dari RS dan beli makanan diluar ( bubur), pola makan 3-4 x/ hari , minum teh.air putih dan tidak sulit menelan. Pola neuro sensorik, pasaien mengatakan pusing, merasa lelah pada ekstremitas kanan. Kesadaran composmentis, mengalami gangguan fungsi ingatan (tidak bisa mengingat anaknya), kelemahan pada ekstremitas kanan. Pola nyeri / kenyamanan, pasien mengatakan mengeluh pusing, tidak nyeri kepala. Pola interaksi sosial, mampu berkomunikasi, tapi masih bingung dan lupa. Pola pembelajaran, pasien dan keluarga mengatakan belum mengerti tentang penyakit stroke. Keluarga tidak bisa menjelaskan secara detail tentang penyakit stroke.
    Pemeriksaan fisik didapatkan data untuk status mental, penampilan umumnya lemah, wajah pucat, pakaian lusuh, bicara jelas. Tingkat kesadaran composmentis, GCS E4 V5 M6, orientasi terhadap waktu, tempat dan orang. Afektif  tidak marah, cemas, terlihat depresi , bingung. Isi pikir  tidak ada halusinasi, dan ilusi. Kemampuan intelektual ingatan jangka pendek ( pasien bisa menyebutkan angka ), ingatan jangka panjang ( pasien mengatakan tidak tahu kenapa bisa masuk RS, dan tidak bisa menyebut nama anaknya). Tanda – tanda vital, tekanan darah 160/80 mmhg, respirasi:20 x/ menit, nadi : 78x/menit, tekanan darah : 37 C. Untuk pemeriksaan head to toe, kepala : mesochepal, rambut hitam kering. Mata : simetris, conjungtiva anemis, reflek cahaya kanan kiri ada, pupil isokhor, sklera tidak ikterik. Hidung simetris, tidak ada sekret. Telinga  simetris, tidak ada penumpukan serumen. Mulut  mukosa mulut lembab, gigi ompong ( geraham bawah kanan dan kiri jumlah 2 ), bibir pucat. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar  tyroid. Thorak : pulmo, inspeksi : pengembangan dada kanan dan kiri simetris, pola pernafasan teratur, respirasi 20 x/ menit, palpasi : ekspansi dada kanan dan kiri simetris, taktil fremitus teraba, Pr = resonan,  auskultasi : terdengar suara vesikuler. Cor, I = ictus cordis tidak tampak, Pa = ictus cordis tidak kuat angkat, Pr = batas jantung lesan tidak melebar, auskultasi :  bunyi jantung 1 dan 2 reguler. Abdomen, inspeksi : tidak ada lesi, benjolan, jahitan, jaringan parut dan peradangan pada umbilicus,  auskultasi : terdengar suara bising usus 18 x/ menit, Pr = kadran 1, 3, 4, tympani, pekak, Pa = tidak ada distensi blader, spleno  mengali, nyeri tekan pada kuadran abdomen. Ekstremitas : atas = terpasang infus RL 20 tpm di tangan kanan, tidak ada odeme, tangan kiri bergerak bebas, pada tangan kanan agak kaku ( telapak ). Genggaman tangan kanan tidak kuat. Kekuatan otot sebelah kanan 4, dan sebelah kiri 5. Bawah = tidak ada lesi, odeme, kaki kanan agak kaku ( telapak kaki) , kaki kiri dapat bergerak bebas. Kekuatan otot sebelah kanan  4, dan sebelah kiri 5. Genetalia tidak terpasang DC. Kulit = akral tubuh hangat, kering.
    Pemeriksaan penunjang tanggal 21 maret 2011 adalah Hemoglobin : 9,8 g/dl, Hematokrit: 3,2 %, Leukosit 10,1 ribu/ ul, Trombosit : 252 ribu/ul, Eritrosit : 4,36 juta/ul, Natrium : 132 mmol.L, Kalsium : 3,4 mmol/L, kalsium 1,06 mmol/L, anti Hbs : < 5,0 mlu/ml, Anti Hbe : +, Anti Hev : Non Reaktif, HBSAh+: +. Program terapi tanggal 24 maret 2011: inf Rl 20 tpm, Inj. Ranitidine 25 mg/ml/12 jam. Inj difenhidramin 1 ml/ 12 Jam, Inj. Coftrixon 1 gr/12 jam, Metroridazcl 1 flash, Antasida sirut 3 x 1, Dulcolac, Inj. Phenytoin 50 mg/ml/12 jam. Hasil CT Scan tanggal 20 maret 2011.Tampak perdarahan cerebral.
    B.Data Fokus
    Pada pengkajian tanggal 24 maret 2011 didapatkan data subyektif : keluarga mengatakan sebelum masuk RS, saat beraktifitas tiba – tiba pasien tidak sadarkan diri dan timbul kejang, pasien sempat tidak sadar selama 4 hari dan ekstremitas sebelah kanan lemah, dan tidak bisa digerakkan, pasien mengatakan mengeluh pusing, tiak tahu dengan kejadian sebelum masuk rumah sakit, ekstremitas kanan terasa kaku, perut terasa agak perih, pernah jatuh, pasien dan keluarga mengatakan tidak tahu secara mendetail dengan penyakitnya, dan mempunyai riwayat hipertensi serta anemia.
    Sedangkan di peroleh data obyektif yaitu tekanan darah: 160/ 80 mmHg, Respirasi : 20x/ menit, Nadi : 78x/ menit, Suhu : 370C, Hb : 9,9 g/dl, pasien tidak bisa mengingat nama anaknya, keluarga dan pasien tidak dapat menjelaskan tentang stroke (tidak bisa menjelaskan pengertian stroke), pada telapak kaki dan tangan terlihat kaku dan lemas, genggaman tangan kanan tidak kuat, kekuatan otot ekstremitas kanan 4, pasien terlihat berjalan dengan dibantu, terlihat bingung, toileting dan berpindah masih dibantu, hasil CT scan tampak pendarahan cerebral, wajah pasien pucat, conjungtiva anemis, tidak bisa membedakan sentuhan (benda tumpul atau tajam) pada wajah dan ekstremitas kanan, reflek fisiologis ekstremitas kanan (reflek bisep, trisep, patella hasil +1)


    B.     Diagnosa Keperawatan
    Pada tanggal 24 Maret 2011 ditegakkan 3 diagnosa keperawatan. Diagnosa yang pertama yaitu gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan perdarahan cerebral ditandai dengan data subyektif yaitu keluarga mengatakan sebelum masuk RS, saat beraktifitas tiba – tiba pasien tidak dasarkan diri dan timbul kejang, pasien sempat tidak sadar diri selama 4 hari, pasien engatakan mengeluh pusing, pasien mengatakan tidak tahu dengan kejadian SMRS. Pasien mengatakan perutnya agak perih dan mempunyai riwayat Hipertensi dan anemia. Sedangkan data obyektif yaitu pasien tidak bisa mengingat nama anaknya, terlihat bingung, hasil CT scan tampak berdarah cerebral, wajah pucat, konjungtiva anemis, tekanan darah : 160/80 mmHg, Respirasi : 20x/menit, Nadi : 78x/menit, Suhu: 370C, Hb : 9,9 g/dl, tidak merasa sentuhan pada wajah (Mandibula, maksila, frontal).
    Diagnosa kedua yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuscular ditandai dengan data subyektif yaitu pasien mengatakan ekstremitas sebelah kanan terasa kaku dan lemas. Sedangkan data obyektif yaitu pada telapak kaki dan tangan kanan terlihat kaku dan lemas, genggaman tangan kanan tidak kuat, kekuatan otot ekstremitas kanan 4, reflek fisiologis ekstremitas kanan (reflek bisep, trisep, patella hasil +1), toileting dan berpindah masih dibantu, pasien tidak bisa membedakan benda tumpul dan tajam pada ekstremitas kanan.
    Diagnosa ketiga yaitu kurang pengetahuan tentang penyakit stroke berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit stroke ditandai dengan data subyektif yaitu keluarga dan pasien mengatakan tidak tahu secara mendetail dengan penyakit. Sedangkan data obyektif yaitu keluarga dan pasien tidak bisa menjelaskan tentang penyakit stroke (tidak bisa menjelaskan pengertian stroke).
    C.     Intervensi
    Pada diagnosa yang pertama yaitu gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan perdarahan cerebral, tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, perfusi cerebral mejadi adekuat dengan kriteria hasil yaitu klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala dan pusing, Tekanan darah, Sistole : 100 – 120 mmHg, Diastole : 60 – 80 mmHg, Nadi : 60-100x/menit, Suhu : 36 – 370C, Respirasi : 16 – 20x/ menit. Intervensi yang dilakukan adalah observasi Tanda-tanda vital dan Keadaan umum pasien, berikan posisi semifowler,  dianjurkan kepada klein agar banyak istirahat, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian program terapi.
    Diagnosa yang kedua yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai kondisi dengan kriteria hasil yaitu tidak terjadi kontraktur sendi, bisa berjalan secara mandiri, klien menunjukkan tindakan meningkatkan mobilitas, bertambahnya kekuatan otot. Intervensi yang dilakukan adalah kaji kemampuan mobilitas klien, berikan latihan Range Of Motion pasif pada ekstremitas yang sakit dan Range Of Motion aktif pada ekstremitas yang tidak sakit, berikan penyuluhan tentang Range Of Motion pada keluarga, kolaboasi dengan fisioterapi, anjurkan klien untuk melatih Range Of Motion secara mandiri.
    Diagnosa yang ketiga yaitu pengetahuan tentang penyakit stroke berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit stroke, tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 menit pasien dan keluarga tahu tentang penyakit stroke dengan kriteria hasil dapat menyebutkan tentang definisi, gejala, komplikasi, factor resiko, dan cara mencegah stroke. Intervensi yang dilakukan adalah kaji tinkat pengetahuan pasien dan keluarga, berikan penyuluhan tentang penyakit stroke.
    D.    Implementasi
    Berdasarkan diagnosa keperawatan dan intervensi di atas, maka untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan implementasi keperawatan. Implementasi keperawatan yang dilakukan penulis pada tanggal  27 Maret 2011 adalah :
    Untuk diagnosa yang pertama yaitu gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan perdarahan cerebral. Pada pukul 07.00 WIB, mengobservasi TTV dan KU pasien dengan respon pasien mengatakan mengeluh kepalanya pusing, ekstremitas  kanan dan kiri agak kaku, tidak merasa mual, perutnya agak sakit, TD : 160/80 mmHg, N : 78x/menit, R: 20x/ menit, t : 370C, KU lemah, tetesan inf. RL 20 tpm lancar,  wajah pasien pucat. Pukul 07.20, memberikan posisi semifowler 600 dengan respon pasien dan keluarga mengatakan sudah nyaman, posisi pasien terlihat semifowler 600. Pukul 07.25 menganjurkan klien agar banyak istirahat dengan respon pasien mengatakan mengerti dengan anjuran perawat dan ingin bisa jalan – jalan, pasien terlihat duduk pukul 08.00, memberikan program terapi dengan respon pasien mengatakan tidak sakit obatnya masuk lewat IV : inf Rl 20 tpm, Inj Ranitidin 25 mg/ml/12 Jam, inj difenhidramin 1 ml/ 12 jam, inj dexa 5 mg/ml, inj Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam, inj Phenitoin 50 mg/ml/12 jam.
    Untuk diagnosa kedua yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuscular. Pukul 07.10 WIB, mengobservasi kemampuan mobilitas klien dengan respon pasien mengatakan ekstremitas kemampuan mobilitas klien dengan respon mengatakan ekstremitas kanan terasa kaku, berjalan masih dibantu. Pukul 08.30, memberikan Range Of Motion pasif pada ekstremitas yang sakit, memberikan penyuluhan tentang Range Of Motion pada keluarga, menganjurkan klien untuk melatih Range Of Motion secara mandiri dengan respon pasien mengatakan kakunya berkurang pada tangan dan kaki, tidak kesumutan, keluarga mengatakan akan mempraktekkan latihan tersebut di rumah, ekstremitas teraba tidak kaku lagi, keluarga bisa memperagakan Range Of Motion dengan baik.
    Untuk diagnosa yang ketiga yaitu kurang pengetahuan tentang penyakit stroke berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit stroke. Pada pukul 07.15, mengkaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga dengan respon keluarga mengatakan tidak tahu secara mendetail tentang penyakit stroke (tidak bisah menjelaskan pengertian stroke). Pukul 08.45, memberikan penyuluhan tentang penyakit stroke dengan respon keluarga mengatakan sudah tau tentang definisi, gejala dan cara mencegah stroke, keluarga bisa menyebutkan tanda dan gejala serta cara mencegah kekambuhan stroke.
    Pada hari kedua tanggal 27 Maret 2011 implemntasi keperawatan yang dilakukan penulis adalah :
    Pada diagnosa pertama implementasi yang dilakukan adalah pukul 07.50 WIB, mengobservasikan Tanda-Tanda Vital dan Keadaan Umum pasien dengan respon pasien mengatakan pusingnya berkurang, ektremitas kanan dan kiri agak kaku, Keaadaan umum sedang, Tekanan Darah : 150/80 mmHg, Nadi : 72x/menit, Respirasi : 20x/menit, Suhu : 36,80C, Keadaan Umum lemah, tetesan inf. RL 20 tpm lancar. Pukul 08.00 WIB,  memberikan program terapi dengan respon pasien mengatakan tidak sakit saat obatnya masuk, obat masuk lewat Intra Vena : inf Rl 20 tpm, inj. Ranitidin 25 mg/ml/12 jam, inj difenhidramin 1 ml/ 12 jam, inj dexa 5 mg/ml, inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam, inj Phenitoin 50 mg/ml/12 jam.
    Pada diagnosa kedua implementasi yang dilakukan adalah pukul 09.00 WIB, memberikan Range Of Motion pasif pada ekstremitas yang sakit dengan respon pasien mengatakan kakunya berkurang pada tangan dan kaki.
    E.     Evaluasi
    Setelah melakukan implementasi keperawatan 2 x 24 jam, maka pada tanggal 24 Maret 2011 pukul 12.00 WIB didapatkan keadaan pasien sebagai berikut:
    Pada diagnosa pertama yaitu gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan perdarahan cerebral. Evaluasi subyektif yaitu  pasien mengatakan pusing berkurang pada perut tidak sakit lagi, terasa ingin kencing dan makan terus. Obyektif, tekanan darah : 150/80 mmHg, N : 72x/menit, R : 20x/menit, t: 36,80C, pasien terlihat masih bingung tidak gelisah, inf RL 20 tpm lancar. Assement yaitu masalah teratasi sebagian (tidak gelisah, dan pusing berkurang), dan planning yaitu lanjutan intervensi (berikan program terapi sesuai indicator)
    Untuk diagnosa kedua yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuscular. Evaluasi subyektif yaitu pasien mengatakan ekstremitasnya tidak kaku lagi dan ingin jalan – jalan. Obyektif : ekstremitas KaKi tidak kaku lagi, bisa berdiri sendiri dan berjalan,  ADL masih dibantu. Assesment yaitu masalah teratasi sebagian (ektremitas tidak kaku lagi) dan planning yaitu lanjutkan intervensi,  berikan latihan RIM secara rutin.
    Untuk diagnose yang ketiga yaitu pengetahuan tentang penyakit stroke berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit stroke. Evaluasi subyektif yaitu Keluarga mengatakan sudah tau tentang definisi, gejala danc ara mencegah stroke. Obyektif yaitu keluarga bisa menyebutkan tanda dan gejala, serta cara mencegah kekambuhan pada stroke. Assesment yaitu masalah teratasi, keluarga menjelaskan tentang stroke, dan planning yaitu intervensi dihentikan.





    BAB III
    PEMBAHASAN
    Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan pada Ny. N dengan stroke di Ruang Anggrek Sakit 1 di RSUD Dr. Moewardi. Dalam pembahasan ini akan dibandingkan antara teori dan kenyataan dalam kasus dengan melihat kesenjangan – kesenjangan yang ada. Pembahasan ini meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
    A.      Pengkajian
    Pengkajian adalah tahap pertama dari asuhan keperawatan pada pasien untuk mengumpulkan data baik subjektif maupun objektif yang diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi studi kasus (Carpenito, 2000). Menurut Doengoes (2000) pengkajian pada pasien dengan stroke meliputi riwayat kesehatan, dasar data pengkajian pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik. Penulis menggunakan pengkajian Doengoes (2000) karena teorinya bisa diterapkan dan sesuai dengan kasus.
    Dari hasil pengkajian data fokus yang ditemukan dalam kasus nyata adalah keluarga mengatakan sebelum masuk RS. Saat beraktifitas tiba – tiba pasien tidak sadarkan diri dan timbul kejang, pasien sempat tidak sadarkan diri selama 4 hari dan ekstremitas sebelah kanan lemah, dan tidak bisa digerakkan, pasien mengeluh pusing, ekstremitas kanan terasa kaku, perut terasa perih, mempunyai riwayat hipertensi, anemia, pernah jatuh, kesulitan dalam beraktivitas karena masih lemas, bila beraktifitas (toileting dan berpindah) dibantu keluarga, pada ekstremitas kanan lemah, wajah pasien pucat, tidak merasa sentuhan pada wajah (mandibula, maksila, frontal) dan ekstremitas kanan, mengalami gangguan fungsi ingatan (tidak bisa mengingat nama anaknya), terlihat bingung, konjungtiva anemis, kekuatan otot ekstremitas kanan 4, genggaman tangan kanan tidak kuat, hasil CT Scan tampak perdarahan cerebal.
    Sedangkan data fokus yang terdapat dalam Doengoes (2000) menyebutkan bahwa pada pasien dengan stroke terdapat kesulitan dalam beraktivitas, kelemahan, perubahaan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia / hemiparese), gangguan penglihatan, riwayat penyakit jantung, hipertensi, anemia, inkontinensia urin, nafsu makan hilang, nausea/yomitus kehilangan sensasi lidah, disfagia, riwayat DM, problem dalam mengunyah, pusing / syncope, nyeri kepala, kesemutan,sensasi sentuhan hilang / berkurang, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan fungsi kognitif, genggaman tangan tidak imbang, afasia, gangguan pendengaran, apraksia, ketidak mampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas, suara nafas ronki, pernafasan sulit dan tidak teratur/sesak nafas. Pemeriksaan diagnostik (CT Scan, fungsi lumbal, angiografi, ultrasonografi Dopler, MRI, EEG).
    Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan cerebral.
    Hal ini sesuai dengan Carpenito (2000) dimana gangguan perfusi cerebral adalah keadaan dimana individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami penurunan nutrisi dan pernafasan pada tingkat seluler karena penurunan suplai darah kapiler.

    B.       Diagnosa Keperawatan
    Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan, masalah kesehatan aktual atau potensial (Carpenito, 2000). Diagnosa keperawatan adalah langkah lanjutan dari pengkajian berdasarkan dari data subyektif dan obyektif yang kemudian menjadi diagnosa keperawatan.
    a.       Dalam teori telah disebutkan bahwa pada pasien dengan stroke terdapat 8 (delapan) diagnosa keperawatan, sedangkan pada kasus nyata ditemukan 3 (tiga) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien stroke dan diagnosa ini ada yang tidak terdapat dalam teori.
    Secara umum diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dengan kasus nyata tidak jauh berbeda. Namun masih ada beberapa kesenjangan yang perlu dibahas dalam bab ini. Selanjutnya akan dibahas satu per satu dari diagnosa keperawatan tersebut dengan mengelompokkannya sebagai berikut :
    1.      Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan ditemukan dalam kasus nyata adalah sebagai berikut :
    b.      Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan cerebral.
    Hal ini sesuai dengan Carpenito (2000) dimana gangguan perfusi cerebral adalah keadaan dimana individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami penurunan nutrisi dan pernafasan pada tingkat seluler karena penurunan suplai darah kapiler. Diagnosa keperawatan ini dirumuskan karena didukung oleh data subyektif yaitu pasien mengatakan mengeluh pusing, pasien mengatakan tidak tahu dengan kejadian SMRS, pasien mengatakan perutnya agak perih, mempunayai riwayat hipertensi dan anemia, keluaraga mengatakan pasien sempat tidak sadarkan diri selama 4 hari. Data obyektif, pasien tidak bisa mengingat nama anakanya, terlihat bingung, hasil CT Scan tampak perdarahan cerebral, wajah pucat, conjungtiva anemis, Tekanan darah : 160/80 mmHg, Respirasi : 20 x/menit, Nadi : 78 x/ menit, Suhu : 37oC, Hb : 9,9 g/dl, tidak merasa sentuhan pada wajah (mandibula, maksila, frontal).
    Hal ini telah sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Dongoes (2000) yang mengungkapakan bahwa gangguan perfusi cerebral ditandai dengan adanya perubahan tingkat kesadaran, kehilanggan memori, perubahan respon sensorik/motorik, dificit sensori, bahasa, intelektual, perubahan tanda – tanda vital.
    2.      Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori, tetapi tidak ditemukan dalam kasus nyata adalah sebagai berikut :
    a.       Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial/mulut kelemahan umum/letih.
    Gangguan komunikasi verbal adalah keadaan dimana individu mengalami, atau pada keadaan resiko tinggi untuk mengalami, penurunan kemampuan untuk bicara, tetapi dapat memahami pembicaraan orang lain. Bebrapa tanda dan gejala untuk dirumuskan diagnosa ini adalah gabgguan artikulasi, tidak mampu berbicara/disartria, ketidak mampaun moduasi wicara, mengenal kata, mengidentifikasi obyek, ketidak mampuan menulis atau bicara secara komprehensip (Doengoes, 2000). Sedangkan pada kasus nyata tidak ditemukan data- data seperti tersebut diatas sehingga diagnosa keperawatan ini tidak dirumuskan.

    C.       Intervensi Keperawatan
    Perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana tujuan hasil ditentukan dan dipilih. Rencana perawatan adalah bukti tertulis dari tahap kedua dan tiga proses keperawatan yang mengidentifikasikan masalah atau kebutuhan pasien, tujuan hasil perawatan dan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan dan menangani masalah / kebutuhan pasien (Doenges, 2000). Intervensi disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan  spesifik (jelas/khusus), measurable (dapat diukur), acceptance, rasional, dan timing (ada kriteria waktu). Selanjutnya akan dibahas intervensi dari masing – masing diagnosa.

    1.      Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan perdarahan cerebral.
    Tujuan yang ditetapkan dari diagnosa perawatan ini adalah perfusi cerebral menjadi adekuat, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, waktu ini ditetapkan karena melihat dari kondisi pasien yang keadaan umumnya sudah membaik setelah 4 hari tidak sadarkan diri dan rencana boleh pulang, serta pasien hanya mengeluh pusing. Kriteria hasil dari tujuan yang ditetapkan yaitu klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala dan pusing, TD       S : 100 – 120 mmHg, D : 60 n- 80 mmHg, N : 60 -100 x/menit, T : 36 – 37o C, R : 16 – 20 x/ menit. Kriteria hasil ini sudah sesuai dengan yang diungkapkan oleh Doengoes (2000), tetapi kriteria hasil yang ada pada teori tidak semua dipakai oleh penulis karena melihat kondisi pasien yang sudah membaik, sehingga penulis menetapkan  kriteria hasil seperti yang ditulis kriteria hasil yang ada pada teori tetapi tidak digunakan penulis adalah terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognitif dan fungsi sensori / motorik. Intervensinya adalah observasi Tanda-Tanda Vital dan Keadaan Umum pasien dengan rasionalisasi untuk mengetahui tanda – tanda vital kesehatan klien, berikan posisi semiflowler dengan rasionalisasi menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral, anjurkan kepada klien agar banyak istirahat dengan rasionalisasi istirahat dan ketenangan untuk pencegahan terhadap perdarahan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian program terapi dengan rasionalisasi untuk pengobatan. Intervensi yang disusun oleh penulis sudah sesuai dengan intervensi pada Doenges (2000)

    D.      Implementasi Keperawatan
    Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi yang telah ditentukan (Doengoes, 2000). Implementasai merupakan realita dari rencana tindakan perawatan dalam perencanaan yang telah penulis susun. Pembahasaan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana tindakan perawatan yang  dapat dilakukan dan tindakan yang dapat dilakukan sesuai dengan intervensi pada masing – masing diagnosa.
    1.         Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan perdarahan cerebral.
    Tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis sesuai dengan rencana keperawatan pada Doengoes (2000) yaitu mengobservasi  observasi Tanda-Tanda Vital dan Keadaan Umum pasien, berikan posisi semiflower, anjurkan kepada klien agar banyak istirahat, memberikan program terapi sesuai dengan indikasi. Rencana keperawatan tersebut sudah penulis lakukan semua karena memungkinkan untuk dilakukan. Tindakan keperawtan yang sesuai teori tetapi tidak dilakuakan penulis salah satunya yaitu mengevaluasi ukuran, kesimertisan pupil dan reaksi terhadap cahaya. Ini tidak perlu dilakukan karena tingkat kesadaran pasien membaik dari soporcoma menjadi composmetis.


    E.       Evaluasi
    Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir proses perawatan yaitu dengan mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan dan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan tercapai (Doengoes, 2000). Evaluasi keperawatan dilakukan pada tanggal 25 maret 2010 pukul 12.00 WIB dan penulis menggunakan sistem SOAP (subyektif, obyektif, analisis dan planning).
    Berikut adalah pembahasan evaluasi dengan melihat evaluasi hasil dari masing – masing diagnosa.
    1.      Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan pendarahan cerebral.
    Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan ini setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam adalah secara subyektif pasien mengatakan pusing berkurang, tubuh agak lemas, dan tidak mual, secara obyektif Tekanan Darah : 150 / 80 mmHg, Nadi : 72x/menit, Respirasi : 20x/menit, Suhu : 36,80 C, pasien terlihat masih bingung, tidak gelisah, inf. RL 20 tpm lancar, data yang didapat dibandingkan dengan kriteria hasil yang ditetapkan masih ada yang belum tercapai yaitu Tekanan Darah belum hilang. Sehingga dapat dianalisa bahwa masalah teratasi sebagian karena pasien tidak gelisah, tidak ada nyeri kepala dan pusing berkurang. Dan rencana tindakan yang ditetapkan masih perlu ditindaklanjuti oleh perawat dengan mendelegasikannya kepada perawat ruangan agar masalah yang dihadapi pasien dapat teratasi sepenuhnya. Tindakan keperawatan yang perlu ditindaklanjuti adalah memberikan program terapi sesuai indikasi.











    BAB IV
    PENUTUP

    Pada bab ini merupakan bagian akhir dari laporan studi kasus yang berisi tentang kesimpilan dan saran dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan Ny. N dengan Stroke di ruang Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi .
    A.      Kesimpulan
    1.      Secara umum data pengkajian yang ditemukan antara teori dengan kenyataan kasus tidak jauh berbeda, data focus yang ditemukan dalam kasus dan terdapat pada teori adalah pasien mengeluh pusing, mempunyai tekanan darah tinggi dan anemia. Sedangkan data yang ada pada teoritetapi tidak ditemukan dalam kasus adalah sesak nafas, nyeri kepala, inkontinensia urin, disfagia dan atasia.
    2.      Diagnosa keperawatan yang ada pada teori yaitu delapan diagnosa, sedangkan pada kasus ada tiga diagnosa keperawatan yang juga ada di teori dan ditegakkan pada Ny. N yaitu gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan peredaran cerebral, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, kurangnya pengetahuan mengenai penyakit stroke berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit stroke. Dan ada lima diagnosa keperawatan yang tidak ditegakkan dalam kasus nyata yaitu gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih, gangguan eliminasi urin b.d penurunan impuls berkemih, inkontinensia urin, kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control / koordinasi otot, ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d reflek batuk menelan turun, hilang rasa ujung lidah.
    3.      Intervensi yang ditetapkan penulis tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan teori, untuk diagnose gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan pendarahan cerebral, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jantung terutama ekstremitas kanan, penulis menggunakan Doenges (2000), dan diagnose kurangnya pengetahuan mengenai stroke, penulisan menggunakan Carpenito (2000).
    4.      Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan, namun ada beberapa intervensi yang tidak dapat di implementasikan karena kurangnya komunikasi antara tim di ruangan serta kurangnya pendelegasian dengan perawat ruangan di rumah sakit. Intervensi yang tidak dapat diimplementasikan yaitu pada diagnose gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan sulai darah ke jaringan terutama ekstremitas kanan, pada intervensi kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Ini tidak bisa terlaksana karena keterbatasan waktu dan pada saat tindakan tidak ada ahli fisioterapi.
    5.      Hasil evaluasi akhir dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. N dengan stroke, ada satu masalah yang tercapai da nada dua masalah yang teratasi sebagian. Hal ini disebabkan karena pengelolaan kasus ini hanya selama 2 x 24 jam.
    B.       Saran
    Berdasarkan hasil kesimpilan diatas, maka saran yang dapat disampaikan untuk perbaikan dan peningkatan mutu asuhan keperawatan, adalah :
    1.      Dalam melakukan pengkajian data perlu dilakukan sacara lengkap, cermat dan teliti termasuk pengkajian data – data sekunder untuk mendapatkan asuhan keperawatan yang lebih berkualitas. Untuk itu perawat harus senantiasa meningkatkan kemampuannya baik pengetahuan maupun ketrampilan. Sehingga dalam menegakkan diagnose keperawatan bisa lebih tepat sesuai dengan masalah yang dikeluhkan oleh pasien.
    2.      Dalam membuat intervensi dan melakukan implementasi keperawatan perlu dilandasi dengan teori yang ada dan mengacu pada kondisi yang nyata dan keadaan umum pasien, perawat juga perlu memperhatikan respon terhadap penyakit dan memperhatikan dari sudut psikososial dan efek hospitalisasi. Komunikasi antar tim kesehatan dan juga pendelegasian antar tim keperawatan di ruangan tersebut  harus dapat berjalan dengan baik sehingga dalam penilaian atau eveluasi hasil dari keseluruhan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dapat mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan sebelumnya pada perencanaan. Pada setiap pemberian tindakan asuhan keperawatan hendaknya dilakukan proses pendokumentasian asuhan keperawatan yang benar sebagai pegangan bagi perawat untuk melakukan asuhan keperawatan selanjutnya, untuk memantau perkembangan pasien, sekaligus sebagai bukti autentik dalam pemberian asuhan keperawatan.