LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM
Disusun oleh :
M SUHUD ARDONI
10032
AKPER PPNI SURAKARTA
2013
ASUHAN KEPERAWATAN
ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
A. PENGERTIAN
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38o C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 2005: 229)
2. Kejang demam : bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2005: 434)
3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada
suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban
tobing, 2005: 1)
4. Kejang demam : gannguan sementara yang
terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan demam (Wong, D.T. 2005: 182)
5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok
neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak,
sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,2005).
6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang
terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,2005).
7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik,
sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini
disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada
infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 2005).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu
38o C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
B.
ETIOLOGI
Menurut
Mansjoer, dkk (2005: 434) Lumban Tobing (2005: 18-19) dan Whaley and Wong (2005:
1929)
1.
Demam itu sendiri
Demam
yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang
abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat
virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak
FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam
pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi
pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada
bakterial.
C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup
sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku
untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem
kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa
sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion
klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial
membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp – ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri
karena penyakit atau keturunan.
Pada
demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C
akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2
meningkat 20 %.
Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini
demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada
anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o
C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o
C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai
apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak
teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak (Hasan dan Alatas, 2005: 847 dan Ngastiyah, 2005: 229)
D. PATHWAYKEPERAWATAN
E. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kejang demam berlangsung
singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang
berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan
atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi
sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari.
Kejang unilateralyang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap.
(Lumbantobing,SM.2005:43)
Menurut Behman (2005: 843) kejang demam
terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu
tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas
menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang
menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau
toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai
kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Ngastiyah (2005: 232-235) dan Hassan &
Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :
- Segera diberikan diezepam intravena dosis rata-rata 0,3mg/kg
|
|
|
berikan
dosis awal fenobaritol
neonatus
=30 mg IM
1
bln-1 thn=50 mg IM
>1
thn=75 mg IM
|
4 jam kemudian
Hari I+II = fenobaritol 8-10 mg/kg dibagi
dlm 2 dosis
Hari berikutnya = fenobaritol 4-5 mg/kg
dibagi dlm 2 dosis
Bia diazepam
tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya
diteruskan dengan dosis rumat.
- Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
- Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB
- memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:
a.
Bila
etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan.
Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 - 4 ml/kg
BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10
% sebanyak 60 - 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca - glukosa hendaknya
disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi.
Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena
tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap
sebelum minum susu.
b.
Bila
kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan
50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV)
sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia
umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
c.
Pengobatan
dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia
atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru
lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel
yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak
karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV
berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan
diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya
sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya. Disamping itu pemberian
bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan karena zat
pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan
bilirubin dalam darah
G.
KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 2005: 231), klasikfikasi
kejang demam adalah
1.
Kejang demam sederhana
yaitu kejang berlangsung
kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam
sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
- umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
- kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
- Kejang bersifat umum
- Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
- Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
- Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
- Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2.
Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak
memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur (
2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung
lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di
sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang
dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
H.
KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 2005: 31) Dan Staff
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (2005: 849-850). Komplikasi kejang
demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
1.
Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu
kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate )
yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran
secara irreversible.
2.
Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit
neurolgis pada demam neonatus.
I.
PENCEGAHAN
Menurut Ngastiyah ( 2005: 236-239) pencegahan
difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang
berlangsung.
1.
Pencegahan berulang
a.
Mengobati infeksi yang mendasari kejang
b.
Penkes tentang
1) Tersedianya obat penurun panas yang
didapat atas resep dokter
2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan
penggunaan termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan
batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC)
3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua
mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat
4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa
anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.
2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung
kegiatan ini meliputi :
a. Baringkan pasien pada tempat yang rata
b. Kepala dimiringkan unutk menghindari
aspirasi cairan tubuh
c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi
jalan napas
d.
Lepaskan pakaian yang ketat
e. Jangan melawan gerakan pasien guna
menghindari cedera
J.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2005:193)
dan LUmbantobing dan Ismail (2005 :43), pemeriksaannya adalah :
1.
EEG
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah
bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah
belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.
2.
Lumbal Pungsi
Tes
ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas
likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena
infeksi pada otak.
-
Pada
kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal pungsi
-
Pada
kejang oleh infeksi pada otak ditemukan
:
1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna
kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom
2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat
lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua
80-120ml dan dewasa 130-150ml)
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat
( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada
pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (2005: 122 – 128)
1. Riwayat Keperawatan
a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien
dan keluarga
b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran
pernafasan atis, OMA, pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela
dan campak.
c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
d. Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik
a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan
pernafasan, kulit teraba hangat
b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah
dan penurunan berat badan
c. Adanya kelemahan dan keletihan
d. Adanya kejang
e. Pada pemeriksaan laboratorium darah
ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan
berwarna kuning
3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan
seperti obat penurun panas
c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/
sebelum mengenai anaknya pada waktu sakit.
4. Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang
kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan
gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol
suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnyA
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doengoes, dkk (2005: 876), Angram (2005 : 629 – 630) dan carpenito (2005: 132), diagnosa yang mungkin muncul pada
pasien dengan kejang demam
1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d
aktivitas kejang
2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi
endotoksin pada hipotalamus
3. Perfusi jaringan cerebral tidak
efektif bd reduksi aliran darah ke otak
4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi,
prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1 : Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan
diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil
NOC: Pengendalian Resiko
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi
resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian
resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk
pengendalian resiko
NIC : mencegah jatuh
a. identifikasi faktor kognitif atau psikis
dari pasien yang dapat menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan
b. identifikasi mkarakteristik dari
lingkungan yang dapat menjadikan potensial jatuh
c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan
tingkat kelelahan dengan ambulasi
d. instruskan pada pasien untuk memanggil
asisten kalau mau bergerak
DX 2 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin
pada hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan suhu dalam rentang norma
NOC : Themoregulation
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak
warna kulit dan tidak pusing
NIC : Temperatur regulation
a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
b. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
c. Monitor tanda –tanda hipertensi
d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e. Monitor nadi dan RR
DX 3 : Perfusi jaringan
cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat
kembali normal , dengan kriteria hasil :
NOC : status sirkulasi
a. TD sistolik dbn
b. TD diastole dbn
c. Kekuatan nadi dbn
d. Tekanan vena sentral dbn
e. Rata- rata TD dbn
NIC : monitor TTV:
a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
b. catat adanya fluktuasi TD
c. monitor jumlah dan irama jantung
d. monitor bunyi jantung
e. monitor TD pada saat klien berbarning,
duduk, berdiri
NIC II : status neurologia
a. monitor tingkat kesadran
b. monitor tingkat orientasi
c. monitor status TTV
d. monitor GCS
DX 4 :
Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan
dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi pasien
NOC : knowledge ; diease proses
a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit kondisi prognosis dan program pengobatan
b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainya
NIC : Teaching : diease process
a. Berikan penilaian tentang penyakit
pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
d. Identifikasikan kemungkinan dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta :
Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan.
Lumbantobing,SM.2005.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
Sachann, M
Rossa. 2005. Prinsip Keperawatan
Pediatric. Jakarta : EGC.
Suriadi, dkk2001. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama.
Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Percetakan Info Medika
Jakarta
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2.
Jakarta: EGC.
Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar