BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Stroke adalah penurunan system syaraf utama secara tiba – tiba yang berlangsung selama 24 jam dan diperkirakan berasal dari pembuluh darah. (Kusnandar, 2008).
Stroke merupakan kegawatan neurologi yang serius dan menduduki peringkat yang tinggi sebagai penyebab kematian. Di Indonesia, stroke
menduduki peringkat ke -3 sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahunnya 500.000 orang Indonesia terserang stroke,
400.000 orang terkena stroke iskemik dan
100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk pendarahan intra serebral dan subarakhnoid), dengan 175.000 orang
diantaranya mengalami kematian. (Adams, 2004).
Menit pertama sampai beberapa jam setelah onset stroke
defisit neurologis merupakan kesempatan untuk mencegah kematian ataupun
kecacatan permanen yang serius. Tujuan terapi pada jam pertama pasca serangan
stroke adalah menyelamatkan dari terjadinya infark atau meminimalkan derajat
kerusakan otak yang permanen. Sistem diagnosis dan penanganan yang cepat dan
tepat sangat penting dalam terapi stroke akut yang optimal. Alur penanganan
klinis penderita harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi. (Gonzalez,
2006).
Menurut (Kusnandar, 2008) faktor - faktor resiko stroke adalah:
1.
Faktor resiko tidak dapat dimodifikasi untuk stroke antara lain peningkatan usia, laki – laki, ras (Amerika – Afrika, Asia, Amerika
Latin) , Turunan.
2.
Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi antara lain hipertansi, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, hipertropi ventrikel kiri, fibrilasiatrial.
3.
Faktor resiko lainnya antara
lain serangan iskemia sementara, DM, dislipidemia, merokok.
Etiologi dari stroke adalah : hipertensi (50-60% kasus), angiopati amiloid pada serebri (10%), infark pendarahan
(10%), penggunaan anti koagulan dan obat
– obatan fibrinolik (10%), tumor otak (5%), malformasi vaskuler
(5%). ( Retnosari, 2008 )
Manifestasi klinis dari stroke adalah pasien tidak dapat memberikan informasi
yang dapat dipercaya karena penurunan kemampuan kognitif atau bahasanya, pasien mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh, ketidakmampuan berbicara, kehilangan melihat,vertigo atau jatuh, pasien biasanya memiliki berbagai
pertanda disfungsi system syaraf pada pemeriksaan fisik. ( Sigit, 2009 ).
Gangguan perfusi cerebral adalah keadaan dimana individu
mengalami atau beresiko tinggi mengalami penurunan nutrisi dan pernafasan pada
tingkat seluler karena penurunan suplai darah kapiler.
( Marjdono, 2004).
Melihat kondisi di atas maka penulis tertarik untuk
mengambil asuhan keperewatan pada salah satu pasien penderita stroke di Ruang
Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi untuk di jadikan sebagai Karya Tulis Ilmiah.
B. Perumusan Masalah
1.
Bagaimana
proses terjadinya gangguan perfusi cerebral pada pasien stroke?
2.
Bagaimana
untuk mengetahui penanganan gangguan perfusi cerebral pada pasien stroke ?
Menurut penulis, gangguan perfusi cerebral adalah suatu
keadaan dimana individu mengalami penurunan dalam oksigenasi pada tingkat
seluler berhubungan dengan suplay darah kapiler.
C. Tujuan Karya Tulis Ilmiah
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Dengan Fokus Utama Gangguan Perfusi
Cerebral Pada Ny.
N (55 Th)
di Ruang Anggrek I RSUD Dr. Moewardi” adalah sebagai berikut
:
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran nyata tentang proses perubahan perfusi cerebral pada pasien stroke
di ruangAnggrek I RSUD Dr. Moewardi.
2. Tujuan Khusus
Penulis
mampu melaksanankan pengkajian pada pasien
stroke dengan tepat, menganalisa
data sehingga dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien stroke dengan
tepat, menyusun rencana keperawatan pada pasien stroke dengan tepat, melaksanakan tindakan k eperawatan pada pasien stroke dengan tepat, melakukan evaluasi keperawatan pada pasien stroke dengan tepat.
D. Manfaat Karya Tulis Ilmiah
Adapun manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
:
1. Manfaat Teoritis
Menambah wawasan ilmu keperawatan mengenai peran perawat dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada pasien
stroke.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
1) Menambah wawasan dan informasi penulis mengenai penyebab penyakit stroke dan penatalaksanaan
stroke sebagai pertimbangan asuhan keperawatan pada pasien
stroke.
2) Meningkatkan ketrampilan penulis mengenai asuhan keperawatan pada pasien
stroke.
b. Bagi Penulis Selanjutnya
Sebagai bahan referensi dan masukan dalam penulisan karya ilmiah
stroke selanjutnya.
c. Bagi Profesi
Meningkatkan profesionalisme perawat untuk berperan aktif dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita
stroke secara tepat.
BAB II
LAPORAN
KASUS
Dalam
bab ini akan di uraikan tentang asuhan keperawatan pada Ny. N dengan stroke
yang di rawat di Ruang Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi. Asuhan keperawatan ini
terdiri dari pengkajian,diagnosa
keperawatan,intervensi, implementasi, dan
evaluasi. Asuhan keperawatan tersebut dilaksanakan tanggal 24 Maret 2011.
A . Pengkajian
Pengkajian
keperawatan pada Ny . N dilaksanakan pada tanggal 24 Maret 2011 pukul 07.00
WIB. Data diperoleh melalui observasi langsung kepada pasien,wawancara dengan
pasien keluarga, pemeriksaan fisik, serta dari catatan medis pasien. Dari
pengkajian tersebut didapatkan data antara lain identitas pasien, nama Ny. N,
umur 55 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat Plupuh, Sragen, agama islam, pekerjaan ibu rumah
tangga, pendidikan SMP, tanggal masuk RS 16 Maret 2011, No. RM 010565984, diagnosa
medis stroke hemoragik. Identitas penanggung jawab, nama Ny. M, umur 25 tahun, alamat
plupuh, pekerjaan buruh, pendidikan SMA, hubungan dengan pasien adalah anak.
Keluhan
utama yang dirasakan Ny. N adalah pasien mengatakan mengeluh kepala pusing,
perut agak perih dan ekstremitas kanan kaku. Pengkajian riwayat penyakit
sekarang didapatkan data sebelum masuk
RS, saat beraktifitas tiba – tiba pasien tidak sadarkan diri dan timbul kejang.
Kemudian oleh keluarga dibawa ke RSUD Dr. Moewardi dan masuk IGD. Keluarga mengatakan
pasien sempat tidak sadarkan diri selama 4 hari dan ekstremitas sebelah kanan
lemah, dan tidak bisa digerakan. Saat ini pasien mengeluh pusing, ekstremitas
kanan kaku, perut terasa perih, tidak ada mual, muntah serta kejang.
Pengkajian
riwayat penyakit dahulu didapatkan data Ny. N mengatakan mempunyai riwayat hipertensi,
tidak mempunyai riwayat DM, jantung , dan pernah jatuh di kamar mandi. Pasien
tidak mengalami obesitas dan sudah mondok kedua kalinya dengan keluhan yang
sama.
Pengkajian
riwayat penyaakit keluarga didapatkan data keluarga mengatakan dalam
keluarganya tidak ada yang menderita seperti klien, mempunyai riwayat
hipertensi ( bapak klien), tidak mempunyai riwayat DM, jantung, anemia.
Pengkajian
pola fungsional di dapat hasil pola
aktivitas dan istirahat, pasien mengatakan kesulitan dalam beraktivitas karena
masih lemas, bila beraktivitas ( barpindah dan toileting) dibantu keluarga,
pada ekstremitas kanan lemah, tdur tidak
nyenyak, tidak merasa nyeri otot. Tingkat kesadaran composmentis, GCS E 4, V 5, M 6, pasien
tampak lemah, tidak ada
gangguan penglihatan. Pola sirkulasi, pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat jantung. Untuk tekanan darah 160 / 90
mmHg, capirarefil 3 detik, denyut jantung teratur 78 x / menit, wajah pasien
pucat.
Pola
eliminasi, pasien mengatakan sering kencing frekuensi 6 - 8 x/ hari, warna
kekuningan, sudah 3 hari tidak BAB, biasa BAB 1 x/ hari dengan konsistensi lembek. Pola makan/ minum, pasien mengatakan
nafsu makan bertambah, merasa ingin makan terus, menu makanan diet dari RS dan
beli makanan diluar ( bubur), pola makan 3-4 x/ hari , minum teh.air putih dan
tidak sulit menelan. Pola neuro sensorik, pasaien mengatakan pusing, merasa
lelah pada ekstremitas kanan.
Kesadaran composmentis, mengalami gangguan fungsi ingatan (tidak bisa mengingat
anaknya), kelemahan pada ekstremitas kanan. Pola nyeri / kenyamanan, pasien
mengatakan mengeluh pusing, tidak nyeri kepala. Pola
interaksi sosial, mampu berkomunikasi, tapi masih bingung dan lupa. Pola
pembelajaran, pasien dan keluarga mengatakan belum mengerti tentang penyakit
stroke. Keluarga tidak bisa menjelaskan secara detail tentang penyakit stroke.
Pemeriksaan
fisik didapatkan data untuk status mental, penampilan umumnya lemah, wajah
pucat, pakaian lusuh, bicara jelas. Tingkat kesadaran composmentis, GCS E4 V5 M6,
orientasi terhadap waktu, tempat dan orang. Afektif tidak marah, cemas, terlihat depresi ,
bingung. Isi pikir tidak ada halusinasi,
dan ilusi. Kemampuan intelektual ingatan jangka pendek ( pasien bisa
menyebutkan angka ), ingatan jangka panjang ( pasien mengatakan tidak tahu kenapa
bisa masuk RS, dan tidak bisa menyebut nama anaknya). Tanda – tanda vital, tekanan darah 160/80
mmhg, respirasi:20 x/ menit, nadi : 78x/menit,
tekanan darah :
37 C. Untuk pemeriksaan head to toe, kepala : mesochepal, rambut hitam kering.
Mata : simetris, conjungtiva anemis, reflek cahaya kanan kiri ada, pupil isokhor,
sklera tidak ikterik. Hidung simetris, tidak ada sekret. Telinga simetris, tidak ada penumpukan serumen. Mulut mukosa mulut lembab, gigi ompong ( geraham
bawah kanan dan kiri jumlah 2 ), bibir pucat. Leher : tidak ada pembesaran
kelenjar tyroid. Thorak : pulmo,
inspeksi : pengembangan dada kanan dan kiri simetris, pola pernafasan teratur,
respirasi 20 x/ menit, palpasi : ekspansi dada kanan dan kiri simetris, taktil
fremitus teraba, Pr = resonan, auskultasi : terdengar suara vesikuler. Cor, I
= ictus cordis tidak tampak, Pa = ictus cordis tidak kuat angkat, Pr = batas
jantung lesan tidak melebar, auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 reguler. Abdomen,
inspeksi : tidak ada lesi, benjolan, jahitan, jaringan parut dan peradangan
pada umbilicus, auskultasi : terdengar
suara bising usus 18 x/ menit, Pr = kadran 1, 3, 4, tympani, pekak, Pa = tidak
ada distensi blader, spleno mengali,
nyeri tekan pada kuadran abdomen. Ekstremitas : atas = terpasang infus RL 20 tpm
di tangan kanan, tidak ada odeme, tangan kiri bergerak bebas, pada tangan kanan
agak kaku ( telapak ). Genggaman tangan kanan tidak kuat. Kekuatan otot sebelah
kanan 4, dan sebelah kiri 5. Bawah = tidak ada lesi, odeme, kaki kanan agak
kaku ( telapak kaki) , kaki kiri dapat bergerak bebas. Kekuatan otot sebelah
kanan 4, dan sebelah kiri 5. Genetalia tidak
terpasang DC. Kulit = akral tubuh hangat, kering.
Pemeriksaan penunjang tanggal 21 maret 2011 adalah Hemoglobin : 9,8 g/dl, Hematokrit: 3,2 %, Leukosit 10,1 ribu/ ul, Trombosit :
252 ribu/ul, Eritrosit : 4,36 juta/ul, Natrium : 132 mmol.L, Kalsium : 3,4
mmol/L, kalsium 1,06 mmol/L, anti Hbs : < 5,0 mlu/ml, Anti Hbe : +, Anti Hev
: Non Reaktif, HBSAh+: +. Program terapi tanggal 24 maret 2011: inf
Rl 20 tpm, Inj. Ranitidine 25 mg/ml/12 jam. Inj difenhidramin 1 ml/ 12 Jam,
Inj. Coftrixon 1 gr/12 jam, Metroridazcl 1 flash, Antasida sirut 3 x 1,
Dulcolac, Inj. Phenytoin 50 mg/ml/12 jam. Hasil CT Scan tanggal 20 maret
2011.Tampak perdarahan cerebral.
B.Data
Fokus
Pada pengkajian tanggal 24 maret 2011 didapatkan data subyektif :
keluarga mengatakan sebelum masuk RS, saat beraktifitas tiba – tiba pasien
tidak sadarkan diri dan timbul kejang, pasien sempat tidak sadar selama 4 hari
dan ekstremitas sebelah kanan lemah, dan tidak bisa digerakkan, pasien
mengatakan mengeluh pusing, tiak tahu dengan kejadian sebelum masuk rumah
sakit, ekstremitas kanan terasa kaku, perut terasa agak perih, pernah jatuh,
pasien dan keluarga mengatakan tidak tahu secara mendetail dengan penyakitnya,
dan mempunyai riwayat hipertensi serta anemia.
Sedangkan di peroleh data obyektif yaitu tekanan darah: 160/
80 mmHg, Respirasi : 20x/ menit, Nadi : 78x/ menit, Suhu : 370C, Hb : 9,9 g/dl, pasien tidak bisa mengingat nama
anaknya, keluarga dan pasien tidak dapat menjelaskan tentang stroke (tidak bisa
menjelaskan pengertian stroke), pada telapak kaki dan tangan terlihat kaku dan
lemas, genggaman tangan kanan tidak kuat, kekuatan otot ekstremitas kanan 4,
pasien terlihat berjalan dengan dibantu, terlihat bingung, toileting dan
berpindah masih dibantu, hasil CT scan tampak pendarahan cerebral, wajah pasien
pucat, conjungtiva anemis, tidak bisa membedakan sentuhan (benda tumpul atau
tajam) pada wajah dan ekstremitas kanan, reflek fisiologis ekstremitas kanan
(reflek bisep, trisep, patella hasil +1)
B. Diagnosa Keperawatan
Pada tanggal 24 Maret 2011 ditegakkan 3 diagnosa keperawatan.
Diagnosa yang pertama yaitu gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan
perdarahan cerebral ditandai dengan data subyektif yaitu keluarga mengatakan
sebelum masuk RS, saat beraktifitas tiba – tiba pasien tidak dasarkan diri dan
timbul kejang, pasien sempat tidak sadar diri selama 4 hari, pasien engatakan
mengeluh pusing, pasien mengatakan tidak tahu dengan kejadian SMRS. Pasien
mengatakan perutnya agak perih dan mempunyai riwayat Hipertensi dan
anemia. Sedangkan data obyektif yaitu pasien tidak bisa mengingat nama anaknya,
terlihat bingung, hasil CT scan tampak berdarah cerebral, wajah pucat,
konjungtiva anemis, tekanan
darah : 160/80 mmHg, Respirasi : 20x/menit, Nadi : 78x/menit, Suhu: 370C, Hb : 9,9
g/dl, tidak merasa sentuhan pada wajah (Mandibula, maksila, frontal).
Diagnosa kedua yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan neuromuscular ditandai dengan data subyektif yaitu pasien mengatakan
ekstremitas sebelah kanan terasa kaku dan lemas. Sedangkan data obyektif yaitu
pada telapak kaki dan tangan kanan terlihat kaku dan lemas, genggaman tangan
kanan tidak kuat, kekuatan otot ekstremitas kanan 4, reflek fisiologis
ekstremitas kanan (reflek bisep, trisep, patella hasil +1), toileting dan
berpindah masih dibantu, pasien tidak bisa membedakan benda tumpul dan tajam
pada ekstremitas kanan.
Diagnosa ketiga yaitu kurang pengetahuan tentang penyakit stroke
berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit stroke ditandai dengan
data subyektif yaitu keluarga dan pasien mengatakan tidak tahu secara mendetail
dengan penyakit. Sedangkan data obyektif yaitu keluarga dan pasien tidak bisa
menjelaskan tentang penyakit stroke (tidak bisa menjelaskan pengertian stroke).
C. Intervensi
Pada
diagnosa yang pertama yaitu gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan
perdarahan cerebral, tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, perfusi cerebral mejadi adekuat dengan kriteria
hasil yaitu klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala dan pusing, Tekanan darah, Sistole : 100 – 120 mmHg, Diastole : 60 – 80 mmHg, Nadi : 60-100x/menit, Suhu : 36 – 370C, Respirasi : 16 – 20x/ menit. Intervensi yang dilakukan adalah observasi Tanda-tanda vital dan Keadaan umum pasien, berikan posisi semifowler,
dianjurkan kepada klein agar banyak istirahat, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian program terapi.
Diagnosa yang kedua yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan neuromuscular, tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, klien mampu melaksanakan aktifitas
fisik sesuai kondisi dengan kriteria hasil yaitu tidak terjadi kontraktur sendi,
bisa berjalan secara mandiri, klien menunjukkan tindakan meningkatkan
mobilitas, bertambahnya kekuatan otot. Intervensi yang dilakukan adalah kaji
kemampuan mobilitas klien, berikan latihan Range Of Motion pasif
pada ekstremitas yang sakit dan Range Of Motion aktif
pada ekstremitas yang tidak sakit, berikan penyuluhan tentang Range Of Motion pada keluarga, kolaboasi dengan fisioterapi, anjurkan klien untuk
melatih Range Of
Motion secara mandiri.
Diagnosa
yang ketiga yaitu pengetahuan tentang penyakit stroke berhubungan dengan kurang
informasi tentang penyakit stroke, tujuan yang diharapkan adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 15 menit pasien dan keluarga tahu tentang
penyakit stroke dengan kriteria hasil dapat menyebutkan tentang definisi,
gejala, komplikasi, factor resiko, dan cara mencegah stroke. Intervensi yang
dilakukan adalah kaji tinkat pengetahuan pasien dan keluarga, berikan
penyuluhan tentang penyakit stroke.
D. Implementasi
Berdasarkan diagnosa keperawatan dan intervensi di atas, maka untuk
mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan implementasi keperawatan.
Implementasi keperawatan yang dilakukan penulis pada tanggal 27 Maret 2011 adalah :
Untuk diagnosa yang pertama yaitu gangguan perfusi cerebral
berhubungan dengan perdarahan cerebral. Pada pukul 07.00 WIB, mengobservasi TTV
dan KU pasien dengan respon pasien mengatakan mengeluh kepalanya pusing,
ekstremitas kanan dan kiri agak kaku,
tidak merasa mual, perutnya agak sakit, TD : 160/80 mmHg, N : 78x/menit, R:
20x/ menit, t : 370C, KU lemah, tetesan inf. RL 20 tpm lancar, wajah pasien pucat. Pukul 07.20, memberikan
posisi semifowler 600 dengan respon pasien dan keluarga mengatakan
sudah nyaman, posisi pasien terlihat semifowler 600. Pukul 07.25
menganjurkan klien agar banyak istirahat dengan respon pasien mengatakan
mengerti dengan anjuran perawat dan ingin bisa jalan – jalan, pasien terlihat
duduk pukul 08.00, memberikan program terapi dengan respon pasien mengatakan
tidak sakit obatnya masuk lewat IV : inf Rl 20 tpm, Inj Ranitidin 25 mg/ml/12
Jam, inj difenhidramin 1 ml/ 12 jam, inj dexa 5 mg/ml, inj Ceftriaxon 1 gr/ 12
jam, inj Phenitoin 50 mg/ml/12 jam.
Untuk diagnosa kedua yaitu gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuscular. Pukul 07.10 WIB,
mengobservasi kemampuan mobilitas klien dengan respon pasien mengatakan
ekstremitas kemampuan mobilitas klien dengan respon mengatakan ekstremitas
kanan terasa kaku, berjalan masih dibantu. Pukul 08.30, memberikan Range Of Motion pasif pada ekstremitas yang sakit, memberikan penyuluhan tentang Range Of Motion pada keluarga, menganjurkan klien untuk melatih Range Of Motion secara mandiri dengan respon pasien mengatakan kakunya berkurang
pada tangan dan kaki, tidak kesumutan, keluarga mengatakan akan mempraktekkan
latihan tersebut di rumah, ekstremitas teraba tidak kaku lagi, keluarga bisa
memperagakan Range Of
Motion dengan baik.
Untuk diagnosa yang ketiga yaitu kurang
pengetahuan tentang penyakit stroke berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit stroke. Pada pukul 07.15, mengkaji tingkat
pengetahuan klien dan keluarga dengan respon keluarga mengatakan tidak tahu secara
mendetail tentang penyakit stroke (tidak bisah menjelaskan pengertian stroke).
Pukul 08.45, memberikan penyuluhan tentang penyakit stroke dengan respon
keluarga mengatakan sudah tau tentang definisi, gejala dan cara mencegah
stroke, keluarga bisa menyebutkan tanda dan gejala serta cara mencegah
kekambuhan stroke.
Pada hari kedua tanggal 27 Maret 2011 implemntasi keperawatan yang
dilakukan penulis adalah :
Pada diagnosa pertama implementasi yang dilakukan adalah pukul
07.50 WIB, mengobservasikan Tanda-Tanda Vital dan Keadaan Umum pasien dengan respon pasien mengatakan pusingnya berkurang,
ektremitas kanan dan kiri agak kaku, Keaadaan umum sedang,
Tekanan
Darah : 150/80 mmHg, Nadi :
72x/menit, Respirasi : 20x/menit, Suhu : 36,80C, Keadaan Umum lemah, tetesan inf. RL 20 tpm lancar. Pukul 08.00 WIB, memberikan program terapi dengan respon
pasien mengatakan tidak sakit saat obatnya masuk, obat masuk lewat Intra Vena : inf Rl 20 tpm, inj. Ranitidin 25 mg/ml/12 jam, inj
difenhidramin 1 ml/ 12 jam, inj dexa 5 mg/ml, inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam, inj
Phenitoin 50 mg/ml/12 jam.
Pada diagnosa kedua implementasi yang
dilakukan adalah pukul 09.00 WIB, memberikan Range Of Motion pasif pada ekstremitas yang sakit dengan respon pasien mengatakan
kakunya berkurang pada tangan dan kaki.
E.
Evaluasi
Setelah melakukan implementasi keperawatan 2 x 24 jam, maka pada
tanggal 24 Maret 2011 pukul 12.00 WIB didapatkan keadaan pasien sebagai
berikut:
Pada diagnosa pertama yaitu gangguan
perfusi cerebral berhubungan dengan perdarahan cerebral. Evaluasi subyektif
yaitu pasien mengatakan pusing berkurang
pada perut tidak sakit lagi, terasa ingin kencing dan makan terus. Obyektif, tekanan darah : 150/80 mmHg, N : 72x/menit, R : 20x/menit, t: 36,80C,
pasien terlihat masih bingung tidak gelisah, inf RL 20 tpm lancar. Assement yaitu masalah teratasi sebagian (tidak gelisah, dan
pusing berkurang), dan planning yaitu lanjutan intervensi (berikan program
terapi sesuai indicator)
Untuk diagnosa kedua yaitu gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuscular. Evaluasi subyektif
yaitu pasien mengatakan ekstremitasnya tidak kaku lagi dan ingin jalan – jalan.
Obyektif : ekstremitas KaKi tidak kaku lagi, bisa berdiri sendiri dan
berjalan, ADL masih dibantu. Assesment
yaitu masalah teratasi sebagian (ektremitas tidak kaku lagi) dan planning yaitu
lanjutkan intervensi, berikan latihan
RIM secara rutin.
Untuk diagnose yang ketiga yaitu pengetahuan tentang penyakit
stroke berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit stroke. Evaluasi
subyektif yaitu Keluarga mengatakan sudah tau tentang definisi, gejala danc ara
mencegah stroke. Obyektif yaitu keluarga bisa menyebutkan tanda dan gejala,
serta cara mencegah kekambuhan pada stroke. Assesment yaitu masalah teratasi,
keluarga menjelaskan tentang stroke, dan planning yaitu intervensi dihentikan.
BAB
III
PEMBAHASAN
Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan
pada Ny. N dengan stroke di Ruang Anggrek Sakit 1 di RSUD Dr. Moewardi. Dalam
pembahasan ini akan dibandingkan antara teori dan kenyataan dalam kasus dengan
melihat kesenjangan – kesenjangan yang ada. Pembahasan ini meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
A.
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama dari asuhan keperawatan
pada pasien untuk mengumpulkan data baik subjektif maupun objektif yang
diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi studi kasus
(Carpenito, 2000). Menurut Doengoes (2000) pengkajian pada pasien dengan stroke
meliputi riwayat kesehatan, dasar data pengkajian pasien, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan diagnostik. Penulis menggunakan pengkajian Doengoes (2000) karena
teorinya bisa diterapkan dan sesuai dengan kasus.
Dari hasil pengkajian data fokus yang ditemukan dalam
kasus nyata adalah keluarga mengatakan sebelum masuk RS. Saat beraktifitas tiba
– tiba pasien tidak sadarkan diri dan timbul kejang, pasien sempat tidak
sadarkan diri selama 4 hari dan ekstremitas sebelah kanan lemah, dan tidak bisa
digerakkan, pasien mengeluh pusing, ekstremitas kanan terasa kaku, perut terasa
perih, mempunyai riwayat hipertensi, anemia, pernah jatuh, kesulitan dalam
beraktivitas karena masih lemas, bila beraktifitas (toileting dan berpindah)
dibantu keluarga, pada ekstremitas kanan lemah, wajah pasien pucat, tidak
merasa sentuhan pada wajah (mandibula, maksila, frontal) dan ekstremitas kanan,
mengalami gangguan fungsi ingatan (tidak bisa mengingat nama anaknya), terlihat
bingung, konjungtiva anemis, kekuatan otot ekstremitas kanan 4, genggaman
tangan kanan tidak kuat, hasil CT Scan tampak perdarahan cerebal.
Sedangkan data fokus yang terdapat dalam Doengoes (2000)
menyebutkan bahwa pada pasien dengan stroke terdapat kesulitan dalam
beraktivitas, kelemahan, perubahaan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot
(flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia / hemiparese), gangguan
penglihatan, riwayat penyakit jantung, hipertensi, anemia, inkontinensia urin,
nafsu makan hilang, nausea/yomitus kehilangan sensasi lidah, disfagia, riwayat
DM, problem dalam mengunyah, pusing / syncope, nyeri kepala, kesemutan,sensasi
sentuhan hilang / berkurang, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, koma
biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan fungsi kognitif, genggaman
tangan tidak imbang, afasia, gangguan pendengaran, apraksia, ketidak mampuan
menelan/batuk/hambatan jalan nafas, suara nafas ronki, pernafasan sulit dan
tidak teratur/sesak nafas. Pemeriksaan diagnostik (CT Scan, fungsi lumbal,
angiografi, ultrasonografi Dopler, MRI, EEG).
Gangguan
perfusi cerebral berhubungan dengan cerebral.
Hal ini sesuai dengan Carpenito (2000) dimana gangguan
perfusi cerebral adalah keadaan dimana individu mengalami atau berisiko tinggi
mengalami penurunan nutrisi dan pernafasan pada tingkat seluler karena
penurunan suplai darah kapiler.
B.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang
respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan, masalah
kesehatan aktual atau potensial (Carpenito, 2000). Diagnosa keperawatan adalah
langkah lanjutan dari pengkajian berdasarkan dari data subyektif dan obyektif
yang kemudian menjadi diagnosa keperawatan.
a.
Dalam
teori telah disebutkan bahwa pada pasien dengan stroke terdapat 8 (delapan)
diagnosa keperawatan, sedangkan pada kasus nyata ditemukan 3 (tiga) diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien stroke dan diagnosa ini ada yang tidak
terdapat dalam teori.
Secara umum diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam
teori dengan kasus nyata tidak jauh berbeda. Namun masih ada beberapa
kesenjangan yang perlu dibahas dalam bab ini. Selanjutnya akan dibahas satu per
satu dari diagnosa keperawatan tersebut dengan mengelompokkannya sebagai
berikut :
1.
Diagnosa
keperawatan yang disebutkan dalam teori dan ditemukan dalam kasus nyata adalah
sebagai berikut :
b. Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan cerebral.
Hal ini sesuai dengan Carpenito (2000) dimana gangguan
perfusi cerebral adalah keadaan dimana individu mengalami atau berisiko tinggi
mengalami penurunan nutrisi dan pernafasan pada tingkat seluler karena
penurunan suplai darah kapiler. Diagnosa keperawatan ini dirumuskan karena
didukung oleh data subyektif yaitu pasien mengatakan mengeluh pusing, pasien
mengatakan tidak tahu dengan kejadian SMRS, pasien mengatakan perutnya agak
perih, mempunayai riwayat hipertensi dan anemia, keluaraga mengatakan pasien
sempat tidak sadarkan diri selama 4 hari. Data obyektif, pasien tidak bisa
mengingat nama anakanya, terlihat bingung, hasil CT Scan tampak perdarahan
cerebral, wajah pucat, conjungtiva anemis, Tekanan darah : 160/80 mmHg, Respirasi
: 20 x/menit, Nadi : 78 x/ menit, Suhu : 37oC, Hb : 9,9 g/dl, tidak
merasa sentuhan pada wajah (mandibula, maksila, frontal).
Hal
ini telah sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Dongoes (2000) yang
mengungkapakan bahwa gangguan perfusi cerebral ditandai dengan adanya perubahan
tingkat kesadaran, kehilanggan memori, perubahan respon sensorik/motorik,
dificit sensori, bahasa, intelektual, perubahan tanda – tanda vital.
2.
Diagnosa
keperawatan yang disebutkan dalam teori, tetapi tidak ditemukan dalam kasus
nyata adalah sebagai berikut :
a.
Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral, gangguan
neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial/mulut kelemahan umum/letih.
Gangguan
komunikasi verbal adalah keadaan dimana individu mengalami, atau pada keadaan
resiko tinggi untuk mengalami, penurunan kemampuan untuk bicara, tetapi dapat
memahami pembicaraan orang lain. Bebrapa tanda dan gejala untuk dirumuskan
diagnosa ini adalah gabgguan artikulasi, tidak mampu berbicara/disartria,
ketidak mampaun moduasi wicara, mengenal kata, mengidentifikasi obyek, ketidak
mampuan menulis atau bicara secara komprehensip (Doengoes, 2000). Sedangkan
pada kasus nyata tidak ditemukan data- data seperti tersebut diatas sehingga
diagnosa keperawatan ini tidak dirumuskan.
C.
Intervensi
Keperawatan
Perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan
dimana tujuan hasil ditentukan dan dipilih. Rencana perawatan adalah bukti
tertulis dari tahap kedua dan tiga proses keperawatan yang mengidentifikasikan
masalah atau kebutuhan pasien, tujuan hasil perawatan dan intervensi untuk
mencapai hasil yang diharapkan dan menangani masalah / kebutuhan pasien
(Doenges, 2000). Intervensi disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas
yang ada sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan spesifik
(jelas/khusus), measurable (dapat
diukur), acceptance, rasional, dan timing (ada kriteria waktu). Selanjutnya
akan dibahas intervensi dari masing – masing diagnosa.
1.
Gangguan
perfusi cerebral berhubungan dengan perdarahan cerebral.
Tujuan yang ditetapkan dari diagnosa perawatan ini adalah perfusi cerebral
menjadi adekuat, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, waktu
ini ditetapkan karena melihat dari kondisi pasien yang keadaan umumnya sudah
membaik setelah 4 hari tidak sadarkan diri dan rencana boleh pulang, serta
pasien hanya mengeluh pusing. Kriteria hasil dari tujuan yang ditetapkan yaitu
klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala dan pusing, TD S : 100 – 120 mmHg, D : 60 n- 80 mmHg, N
: 60 -100 x/menit, T : 36 – 37o C, R : 16 – 20 x/ menit. Kriteria
hasil ini sudah sesuai dengan yang diungkapkan oleh Doengoes (2000), tetapi
kriteria hasil yang ada pada teori tidak semua dipakai oleh penulis karena
melihat kondisi pasien yang sudah membaik, sehingga penulis menetapkan kriteria hasil seperti yang ditulis kriteria
hasil yang ada pada teori tetapi tidak digunakan penulis adalah terpelihara dan
meningkatnya tingkat kesadaran, kognitif dan fungsi sensori / motorik.
Intervensinya adalah observasi Tanda-Tanda Vital dan Keadaan Umum pasien dengan
rasionalisasi untuk mengetahui tanda – tanda vital kesehatan klien, berikan
posisi semiflowler dengan rasionalisasi menurunkan tekanan arteri dengan
meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral, anjurkan
kepada klien agar banyak istirahat dengan rasionalisasi istirahat dan ketenangan
untuk pencegahan terhadap perdarahan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
program terapi dengan rasionalisasi untuk pengobatan. Intervensi yang disusun
oleh penulis sudah sesuai dengan intervensi pada Doenges (2000)
D.
Implementasi
Keperawatan
Implementasi
keperawatan adalah melaksanakan intervensi yang telah ditentukan (Doengoes,
2000). Implementasai merupakan realita dari rencana tindakan perawatan dalam
perencanaan yang telah penulis susun. Pembahasaan pada tahap ini meliputi
pelaksanaan rencana tindakan perawatan yang
dapat dilakukan dan tindakan yang dapat dilakukan sesuai dengan
intervensi pada masing – masing diagnosa.
1.
Gangguan
perfusi cerebral berhubungan dengan perdarahan cerebral.
Tindakan
keperawatan yang telah dilakukan penulis sesuai dengan rencana keperawatan pada
Doengoes (2000) yaitu mengobservasi
observasi Tanda-Tanda Vital dan Keadaan Umum pasien, berikan posisi
semiflower, anjurkan kepada klien agar banyak istirahat, memberikan program
terapi sesuai dengan indikasi. Rencana keperawatan tersebut sudah penulis
lakukan semua karena memungkinkan untuk dilakukan. Tindakan keperawtan yang
sesuai teori tetapi tidak dilakuakan penulis salah satunya yaitu mengevaluasi
ukuran, kesimertisan pupil dan reaksi terhadap cahaya. Ini tidak perlu dilakukan
karena tingkat kesadaran pasien membaik dari soporcoma menjadi composmetis.
E.
Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir proses
perawatan yaitu dengan mengevaluasi respon pasien terhadap
perawatan yang diberikan dan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan
tercapai (Doengoes,
2000). Evaluasi keperawatan dilakukan pada tanggal 25 maret 2010 pukul 12.00
WIB dan penulis menggunakan sistem SOAP (subyektif, obyektif, analisis dan
planning).
Berikut
adalah pembahasan evaluasi dengan melihat evaluasi hasil dari masing – masing
diagnosa.
1. Gangguan
perfusi cerebral berhubungan dengan pendarahan cerebral.
Hasil evaluasi pada
diagnosa keperawatan ini setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam
adalah secara subyektif pasien mengatakan pusing berkurang, tubuh agak lemas,
dan tidak mual, secara obyektif Tekanan
Darah : 150 / 80 mmHg, Nadi : 72x/menit, Respirasi : 20x/menit, Suhu : 36,80 C, pasien
terlihat masih bingung, tidak gelisah, inf. RL 20 tpm lancar, data yang didapat
dibandingkan dengan kriteria hasil yang ditetapkan masih ada yang belum
tercapai yaitu Tekanan Darah belum hilang. Sehingga dapat
dianalisa bahwa masalah teratasi sebagian karena pasien tidak gelisah, tidak
ada nyeri kepala dan pusing berkurang. Dan
rencana tindakan yang ditetapkan masih perlu ditindaklanjuti oleh perawat
dengan mendelegasikannya kepada perawat ruangan agar masalah yang dihadapi
pasien dapat teratasi sepenuhnya. Tindakan
keperawatan yang perlu ditindaklanjuti adalah memberikan program terapi sesuai
indikasi.
BAB
IV
PENUTUP
Pada
bab ini merupakan bagian akhir dari laporan studi kasus yang berisi tentang
kesimpilan dan saran dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
dengan Ny. N dengan Stroke di ruang Anggrek 1 RSUD Dr. Moewardi .
A. Kesimpulan
1. Secara
umum data pengkajian yang ditemukan antara teori dengan kenyataan kasus tidak
jauh berbeda, data focus yang ditemukan dalam kasus dan terdapat pada teori
adalah pasien mengeluh pusing, mempunyai tekanan darah tinggi dan anemia.
Sedangkan data yang ada pada teoritetapi tidak ditemukan dalam kasus adalah
sesak nafas, nyeri kepala, inkontinensia urin, disfagia dan atasia.
2. Diagnosa
keperawatan yang ada pada teori yaitu delapan diagnosa, sedangkan pada kasus
ada tiga diagnosa keperawatan yang juga ada di teori dan ditegakkan pada Ny. N
yaitu gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan peredaran cerebral, gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, kurangnya
pengetahuan mengenai penyakit stroke berhubungan dengan kurang informasi
tentang penyakit stroke. Dan ada lima diagnosa keperawatan yang tidak
ditegakkan dalam kasus nyata yaitu gangguan komunikasi verbal b.d gangguan
sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial /
mulut, kelemahan umum / letih, gangguan eliminasi urin b.d penurunan impuls
berkemih, inkontinensia urin, kurang perawatan diri b.d kerusakan
neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control /
koordinasi otot, ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d reflek batuk
menelan turun, hilang rasa ujung lidah.
3. Intervensi
yang ditetapkan penulis tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan teori, untuk
diagnose gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan pendarahan cerebral,
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jantung
terutama ekstremitas kanan, penulis menggunakan Doenges (2000), dan diagnose
kurangnya pengetahuan mengenai stroke, penulisan menggunakan Carpenito (2000).
4. Implementasi
keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan,
namun ada beberapa intervensi yang tidak dapat di implementasikan karena
kurangnya komunikasi antara tim di ruangan serta kurangnya pendelegasian dengan
perawat ruangan di rumah sakit. Intervensi yang tidak dapat diimplementasikan
yaitu pada diagnose gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan sulai
darah ke jaringan terutama ekstremitas kanan, pada intervensi kolaborasi dengan
ahli fisioterapi. Ini tidak bisa terlaksana karena keterbatasan waktu dan pada
saat tindakan tidak ada ahli fisioterapi.
5. Hasil
evaluasi akhir dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. N dengan stroke,
ada satu masalah yang tercapai da nada dua masalah yang teratasi sebagian. Hal
ini disebabkan karena pengelolaan kasus ini hanya selama 2 x 24 jam.
B. Saran
Berdasarkan hasil
kesimpilan diatas, maka saran yang dapat disampaikan untuk perbaikan dan
peningkatan mutu asuhan keperawatan, adalah :
1. Dalam
melakukan pengkajian data perlu dilakukan sacara lengkap, cermat dan teliti
termasuk pengkajian data – data sekunder untuk mendapatkan asuhan keperawatan
yang lebih berkualitas. Untuk itu perawat harus senantiasa meningkatkan
kemampuannya baik pengetahuan maupun ketrampilan. Sehingga dalam menegakkan
diagnose keperawatan bisa lebih tepat sesuai dengan masalah yang dikeluhkan
oleh pasien.
2. Dalam
membuat intervensi dan melakukan implementasi keperawatan perlu dilandasi
dengan teori yang ada dan mengacu pada kondisi yang nyata dan keadaan umum
pasien, perawat juga perlu memperhatikan respon terhadap penyakit dan
memperhatikan dari sudut psikososial dan efek hospitalisasi. Komunikasi antar
tim kesehatan dan juga pendelegasian antar tim keperawatan di ruangan
tersebut harus dapat berjalan dengan
baik sehingga dalam penilaian atau eveluasi hasil dari keseluruhan asuhan
keperawatan yang diberikan pada pasien dapat mengacu pada tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan sebelumnya pada perencanaan. Pada setiap pemberian
tindakan asuhan keperawatan hendaknya dilakukan proses pendokumentasian asuhan
keperawatan yang benar sebagai pegangan bagi perawat untuk melakukan asuhan
keperawatan selanjutnya, untuk memantau perkembangan pasien, sekaligus sebagai
bukti autentik dalam pemberian asuhan keperawatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar